Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB, Indonesia Harus Redam Konflik Laut Cina Selatan

Indonesia harus merefleksikan politik luar negeri setelah dipercaya menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB).


Begitu penilaian Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati.

Menurutnya salah satu langkah mengimplementasikan politik luar negeri Indonesia dengan berperan lebih aktif untuk mengusulkan berbagai alternatif solusi konflik, misalnya konflik Laut Cina Selatan.

Menurutnya hal itu sebagai bentuk nyata implementasi pilar keempat Poros Maritim Dunia, maka diplomasi maritim dapat diarahkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mediator konflik Laut Cina Selatan.

"Visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus menjadi program utama Indonesia saat menjadi anggota tidak tetap DK PBB terutama terkait implementasi pertahanan dan diplomasi maritim yang andal," ujar Nuning dalam pesan elektroniknya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu, (10/6).

Untuk menjalankan misi tersebut, sambung Nuning, diplomat Indonesia dapat memperoleh political capital untuk mengundang semua pihak yang berkepentingan guna mempercepat solusi tersebut sesuai Hukum Laut Internasional 1982.

Menurut Nuning, Indonesia juga dapat menyiapkan para diplomat yang akan mengawaki pos tersebut di PBB dalam bentuk tim terpadu.

"Tidak saja para pejabat Kemenlu RI tetapi juga para pejabat dari berbagai instansi yang menangani pertahanan maritim, seperti perwira TNI AL, Bakamla," pungkasnya.