Keberatan Jaminan Sertifikat Tanah Sudah Lunas Tetap Diproses Pihak Bank, Pemilik Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung 

Kasus Sengketa Sebuah Bangunan Jual Beli Mobil Di Jalan Puri Anjasmoro Semarang Diajukan Ke Mahkamah Agung, Pemilik Merasa Tak Terima Sudah Melunasi Jaminan Tetapi Tetap Disita Pihak Bank. Istimewa
Kasus Sengketa Sebuah Bangunan Jual Beli Mobil Di Jalan Puri Anjasmoro Semarang Diajukan Ke Mahkamah Agung, Pemilik Merasa Tak Terima Sudah Melunasi Jaminan Tetapi Tetap Disita Pihak Bank. Istimewa

Semarang – Penasehat Hukum HS, Adi Nurachman, SH, MH, MM, dan Ari Nurcahya, SH, selaku pemohon kasasi, merasa keberatan dan mengajukan memori kasasi atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dalam perkara nomor 441/PDT/2024/PT SMG Jo no. 535/Pdt/2023/PN Semarang, atas kasus sengketa sebuah bangunan di Jalan Puri Anjasmoro. 


Kuasa Hukum Adi Nurachman menjelaskan bahwa sengketa bermula ketika kliennya, HS, mengajukan kredit di Bank BNI dengan jaminan sertifikat tanah. 

Namun, kredit tersebut macet, sehingga pihak bank melakukan upaya penyitaan dengan melelang sertifikat tanah milik kliennya.

Sertifikat yang menjadi objek lelang terletak di Jalan Puri Anjasmoro Raya C No 14. Lokasi bangunan dan tanah di tempat tersebut digunakan untuk usaha jual beli mobil. 

Menurut Adi, pihak Bank BNI sudah mengirimkan pemberitahuan terkait rencana lelang objek tersebut, meskipun masih dalam proses sengketa.

Sengketa ini sebelumnya diajukan di Pengadilan Negeri Semarang melalui perkara nomor 535/Pdt/2023/PN Semarang, di mana HS menggugat Bank BNI dan KPKNL.

Adapun, terkait rencana lelang dijadwalkan pada Rabu, 11 Desember 2024. Setelah upaya hukum di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tidak membuahkan hasil, pihaknya kini mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

"Kami mempermasalahkan tindakan Bank BNI yang menetapkan nilai lelang jauh di bawah nilai appraisal independen maupun NJOP. Kami merasa hal ini merugikan klien kami. Oleh karena itu, kami meminta agar proses lelang ditunda sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung," ujar Adi Nurahman.

HS, pemilik sertifikat yang menjadi objek lelang, mengungkapkan bahwa pinjaman yang diajukannya ke Bank BNI awalnya berjumlah Rp13.8 miliar. 

Pada tahun 2019, ia telah menebus salah satu sertifikat dengan membayar Rp3.2 miliar. Namun, pada tahun 2022 ia menerima surat pemberitahuan bahwa total utangnya meningkat menjadi Rp22.8 miliar.

"Saya tidak paham kenapa utang yang seharusnya berkurang malah bertambah, padahal sudah ada pembayaran sebelumnya. Kondisi ini sangat merugikan saya," sebut HS. 

HS juga menyoroti bahwa salah satu sertifikat jaminan sudah dilelang pada tahun 2023 dengan harga yang jauh di bawah nilai pasar. 

Kini, hanya tersisa satu sertifikat yang belum dilelang. Ia berharap keadilan dapat ditegakkan agar tidak terjadi lagi penurunan nilai lelang yang merugikan semua pihak.

"Kami tidak menolak hak Bank BNI untuk melelang, tapi kami meminta agar proses dilakukan secara transparan dan profesional. Jangan sampai harga lelang terus diturunkan sehingga merugikan saya sebagai pemilik sertifikat maupun pihak bank sendiri," HS melanjutkan penjelasannya.