Semarang - Kasus kecelakaan truk tronton di Turunan Silayur, Ngaliyan, berakibat dua korban tewas, Kamis (21/11) sore tengah jadi sorotan.
- DPRD Jateng Dukung Pemerintah Provinsi Libatkan Akademisi Tangani Pengentasan Kemiskinan
- Jadi Bandara Internasional Lagi: Status Bandara Ahmad Yani Dikembalikan Gubernur Luthfi
- Gubernur Jateng Alokasikan Rp4 Miliar Untuk Perbaikan Jalan Di Larangan
Baca Juga
Kejadian kecelakaan yang terjadi di lokasi tanjakan dan turunan Silayur itu sebetulnya sudah sering sekali terjadi berkali-kali. Bahkan, warga sekitar dan masyarakat Semarang seringkali mengaitkan kejadian kecelakaan itu dengan hal-hal mistis.
Meski sebenarnya, lokasi kejadian yang rawan kecelakaan dilihat dari kondisi medan jalan termasuk ekstrem. Terdapat tanjakan terjal dan turunan tajam yang berbahaya bagi kendaraan-kendaraan truk-truk besar muatan berat.
Jalur itu, jadi akses kendaraan-kendaraan besar ke kawasan industri di pusat perekonomian baru Semarang, kawasan BSB City. Di BSB, banyak sekali pabrik-pabrik yang operasional logistik dan bahan bakunya seluruhnya menggunakan jalur darat.
Tak heran, jalur Silayur yang terkenal ekstrem itu setiap harinya ramai aktivitas truk-truk besar angkutan barang-barang industri atau bahan baku dikirimkan ke berbagai pabrik di Bukit Semarang Baru (BSB).
Sejak beberapa tahun lalu, di jalur Silayur ada aturan pembatasan operasional truk. Alasan dibuatnya pembatasan adalah akibat seringnya terjadi kecelakaan truk tak kuat menanjak atau di turunan alami rem blong.
Namun, peraturan tak dijalankan sesuai aturan pada umumnya. Terlihat, tak ada pengawasan dari instansi berwenang, konteksnya Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang, yang tugasnya seharusnya melakukan pengawasan peraturan. Aturan ada, dan plang larangan pembatasan terpasang, truk-truk bermuatan berat dilarang melintas di Silayur, saat jam-jam sibuk lalu lintas.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno, menilai bahwa peraturan mestinya tegas ada sanksinya agar dipatuhi pihak-pihak tertentu. Berbeda dengan kasus di Silayur, hanya ada aturan saja akan tetapi pihak pengawas pelaksana tidak memperhatikan kondisi sebenarnya, jadinya peraturan sia-sia.
"Lha, 'kan ada aturan, kok sanksinya tidak ada? Malah pengawasan dari institusi penegakan hukumnya juga tidak jalan. 'Kan aneh. Plang larangan pembatasan seharusnya dipatuhi pihak-pihak tertentu khususnya yang menjalankan operasional di industri-industri suatu wilayah. Jika belum patuh, maka yang dibutuhkan, pengawasan. Jadi, peraturan bisa berjalan dan dipatuhi seluruh pelaku di dalamnya. Dengan begitu, faktor risiko kecelakaan pasti akan dapat diminimalisir seefektif mungkin," terang Djoko, Sabtu (23/11).
Bagi Djoko, kejadian berkali-kali kecelakaan terjadi di Silayur seharusnya sejak dulu ditanggapi dengan serius. Jika baru sekarang, tentu sudah terlambat karena seringnya kecelakaan memicu jatuhnya korban.
Tetapi permasalahan yang terjadi semacam itu, pemerintah baru mengambil keputusan akan menyiapkan kebijakan demi lebih menegakkan peraturan. Djoko pun menilai sangat terlambat, kecelakaan yang terjadi dan korban sudah sering berjatuhan selama aturan tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
"Terlambat sekali to ya. 'Kan sejak dulu terkenal rawan kecelakaan dan semua pihak juga sadar hal itu. Tetapi, kebijakan nyatanya akan diperketat setelah ada kejadian yang kembali terjadi. Ya tidak ada yang salah sih, tetapi sepertinya baru ada ketegasan sejak ada kejadian dulu, apakah seperti itu? Kan seharusnya bisa dicegah dan bersama-sama antara pemerintah serta perusahaan-perusahaan di industri sana kolaborasi demi kebaikan masyarakat. Ini kan rugi semua, tapi yang paling dirugikan ya masyarakat, tidak tau apa-apa tetapi jadi korban," terang Djoko.

Plang Jam Operasional Kendaraan-Kendaraan Berat Di Jalur Silayur. Tangkapan Layar
- DPRD Jateng Dukung Pemerintah Provinsi Libatkan Akademisi Tangani Pengentasan Kemiskinan
- Tak Ada Takutnya Dan Kian Nekat! Kreak Teror Warga Bawa Sajam Di Area Permukiman
- Polres Karanganyar Bongkar Jaringan Narkoba, Dua Orang Ditangkap