Kerusuahan luar biasa di Mako Brimob Kelapa Dua yang melibatkan ratusan narapidana terorisme perlu mendapat perhatian.
- Kemenkum HAM: Fuad Masih Rawat Inap, Wawan Sudah Kembali Ke Lapas
- Satpol PP Batang Temukan Dugaan Prostitusi Berkedok Angkringan
- Sewa Mobil Rental Tidak Mau Bayar, Perempuan Cantik Ditangkap Polisi
Baca Juga
Menurut Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra, kerusuahan tersebut bukan hanya karena persoalan sepele gara-gara makanan untuk napi.
"Tema gara-gara makanan hanyalah menjadi pemicunya saja, pasti ada persoalan besar yang terjadi. Penyidik harus meneliti dan mengungkap lebih komprehensif agar ditemukan masalah utamanya," kata Azmi, Jumat (11/5) seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL
Pengusaan para napi teroris terhadap blok rutan Mako Brimob sampai 36 jam merupakan bentuk kesengajaan dan sudah ada persiapan.
Mereka memilih waktu petugas atau penjagaan lebih kendor dalam hal ini jam waktu makan (istirahat). Jam itu dianggap waktu yang tepat untuk melakukan perlawanan dalam rutan.
"Pelaku sangat tahu kondisi dan sudah tahu apa resiko dan konsekuensi dari apa yang mereka perbuat, sampai menimbulkan korban bagi petugas. Jadi pelaku menyadari resiko terburuk dari apa yang dilakukannya," tutur Azmi.
Dari kejadian tersebut terlihat para pelaku masih mengganggap bahwa perbuatannya atau tindakan sebagai pelaku teroris adalah benar. Dan menganggap simbol "polisi" adalah musuh.
"Ini yang jadi bagian masalah. Selanjutnya masalah lain adalah pembinaan dan penempatan napi ini juga menjadi masalah utama," terang Azmi.
Untuk itu, Kementerian Hukum dan HAM harus memiliki formulasi yang berbeda untuk melakukan pembinaan bagi tahanan atau napi teroris.
Penempatan tahanan di Mako Brimob tidak efektif dan pembinaan napi masih belum maksimal. Karena para napi belum memiliki kesadaran atau rasa bersalah atas perbuatan yang dilakukannya. Di sini perlu polesan sentuhan kemanusiaan, dan tentunya wujud perlindungan hak asasi itu teroperasional agar pelaku merasa masih ada kesempatan dan manfaat dalam hidupnya serta dapat sadar.
"Karena dengan polisi yang masih "dianggap" sebagai musuh oleh para pelaku akan sulit untuk memberikan nutrisi penyadaran kepada para napi sehingga Kemenkumham melalui Dirjen Lapas harus bergerak cepat dan kembali pada tupoksi sebenarnya untuk melakukan pembinaaan kepada para napi, bukan mengalihkan atau menempatkan para napi dengan karakteristik khusus ini kepada pihak kepolisian," demikian Azmi.
- Tersangka Baru Kasus Binomo, Bareskrim: Namanya Sudah Ada, Tunggu Saja Nanti
- Polres Sukoharjo Selesaikan Kasus Perusakan Makam di Polokarto dengan Restorative Justice
- Oknum Polisi Yang Jual Beli BBM Ilegal Terancam Dipecat