Kirab Pager Mangkok Ajarkan Nilai Bersedekah dari Sunan Muria

Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus menggelar Kirab Budaya Pager Mangkok untuk mengajarkan nilai bersedekah dari Sunan Muria. (Istimewa)
Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus menggelar Kirab Budaya Pager Mangkok untuk mengajarkan nilai bersedekah dari Sunan Muria. (Istimewa)

Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus menggelar Kirab Budaya Pager Mangkok untuk mengajarkan nilai bersedekah dari Sunan Muria. 

Kirab ini menjadi pembuka Festival Pager Mangkok #4 yang diinisiasi Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan Kudus, Sabtu (7/12).

Satu gunungan hasil bumi diarak warga dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok. Diikuti rombongan ibu-ibu yang membawa nasi tomplingan, barisan anak-anak, tokoh agama dan warga setempat sekira pukul 14.00 WIB.

Sesampainya di Punden Depok, rombongan disambut salawat terbang papat, ritual pager mangkok simbol ajaran bersedekah pun dimulai.

Usai ritual inti, masyarakat langsung mengerumuni gunungan dan berebut hasil bumi yang diarak. Sekitar 1000 nasi tomplingan yang dibungkus daun pisang turut dibagikan ke peserta kirab.

Koordinator kirab, Ulul Azmi mengungkapkan Kirab Pager Mangkok ini sudah digelar empat kali. Kirab ini menjadi pembuka festival pager mangkok untuk mengangkat nilai-nilai falsafah dari Sunan Muria, Tapangeli dan Pager Mangkok.

Uniknya, kata Ulul, kirab pager mangkok selalu disertai datangnya hujan sebelum prosesi acara. Menurutnya, ini menunjukkan berkah dari gelaran acara tahunan itu.

"Festival pager mangkok empat tahun ini selalu hujan, semoga menjadi berkah bagi warga sekitar," ujar Ulul.

Ulul menjelaskan, pager mangkok diambil dari ajaran Sunan Muria yang berbunyi pagerono omahmu nganggo mangkok (bersedekah, red), pager mangkok luwih becik tinimbang pager tembok. (Pagarilah rumahmu dengan pagar mangkuk, karena pagar mangkuk, dalam hal ini bersedekah lebih baik daripada pagar tembok).

Kemudian ajaran yang juga ingin disiarkan ke masyarakat ialah falsafah Tapangeli, yang berarti mengarus tetapi tidak terbawa arus.

Maksudnya, masyarakat diperbolehkan mengikuti perkembangan zaman asalkan tidak terbawa arus zaman yang negatif dan mempunyai prinsip hidup.

"Dua ajaran ini yang ingin kami aktivasi ke masyarakat dan generasi muda," terang lelaki dengan nama panggung Citul itu.

Dia menambahkan, Festival Pager Mangkok #4 ini mengusung tema "Labora(s)tories". Lewat tema tersebut, Kampung Budaya Piji Wetan ingin menunjukkan bahwa budaya dan seni dapat menjadi perayaan oleh siapa saja, termasuk anak-anak muda.

Pihaknya berharap, Festival Pager Mangkok#4 ini dapat menjadi pemantik agar generasi muda tertarik untuk merawat nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan Sunan Muria.

"Semoga kegiatan semacam ini tetap tumbuh dan memunculkan generasi-generasi baru yang cinta akan seni dan budaya," harapnya.