Kisruh Dualisme PTMSI Ancam Masa Depan Atlet

Dampak dari kisruh berkepanjangan Tenis Meja Indonesia, kini semakin memprihatinkan.


Indonesia kini tidak lagi dapat mengikutkan atlet-atletnya untuk berlaga di Multievent Internasional, seperti Sea Games, dan event lainnya karena ITTF tidak lagi membuka pintu untuk Indonesia.

Tragisnya turnamen dalam negeri seperti PON XX Papua yang akan dihelat tahun depan cabang olahraga Tenis Meja juga tidak dipertandingan.

Keputusan itu telah menjadi kebijakan KONI di bawah Ketua Umum yang baru, Marciano Noorman menggantikan Tono Suratman.

Tidak digelarnya Cabang Olah raga Tenis Meja ini tentu menjadi pukulan berat atlet yang selama ini telah mengorbankanwaktu, tenaga, pikiran, dan bahkan juga berkorban materi.

Menyikapi kecenderungan tersebut, sejumlah tokoh mulai menyampaikan keprihatinan secarakhusus. Dari Jawa Tengah, tokoh tenis meja Solo, Anna mengharapkan persoalan dualisme ini harussegera diselesaikan.

‘’Saya kira semua harus berpikir jernih dengan kepala dingin karena sekarang atlet telah menjadi korban,’’tegasnya, Selasa(12/11).

Ditambahkan, Anna, bagaimana tidak atlet dikorbankan, karena baik di level lokal, nasional, dan internasional mereka tidak lagi bisa ikut serta untuk berkompetisi.

‘’Ini khan tragis sekali,’’ujarnya dengan mimik serius.

Hal lain yang menjadi sorotan dan protes Anna, juga disampaikan Ahwan. Mereka menyayangkan kebijakan KONI Jateng  karena tetap mengucurkan bantuan dana hibah untuk PTMSI Jateng Pimpinan Rukma Setiabudi.

Kebijakan itu bukan hanya keliru, namun juga menabrak apa yang semestinya.

Untuk apa memberangkatkan tim ke Kalimantan, mengikuti Prakualifikasi PON, sementara di PON sendiri Tenis Meja tidak dipertandingkan. Ini yang perlu diurai dan dituntaskan,"paparnya.

Saat ini, Anna dan Ahwan mewakili PTMSI Jawa Tengah Pimpinan Haryanto, sedang mempersiapkan surat untuk mempertanyakan langkah KONI Jateng, dan meminta PTMSI Rukma Setiabudi membuat pertanggungjawaban.

‘’Ya kita sedang mempersiapkan langkah langkah, kalau memang perlu kita bawa ke ranah hukum, pasti kita akan bawa ke sana,’’kata Anna.

Terkait dengan kemelut di PTMSI sendiri, beberapa upaya dan ikhtiar telah dilakukan. Karena itu desakan agar momentum ini menjadikan

titik untuk melakukan pembenahan tidak bisa ditawar lagi.

Sudah terlalu banyak energi dan waktu yang terbuang sisa sia akibat krisis yang sebenarnya menjadi paradoks bagi dunia keolahrgaaan.

‘’Dari sudah manapun aneh, naif, dan sulit diterima akal sehat, kisruh di tubuh organisasi cabang olah raga terjadi, bahkan berlarut-larut seperti di PTMSI,’’katanya.