Komnas HAM berencana kembali melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan kekerasan terhadap warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo yang menolak melepas lahannya untuk keperluan proyek Bendungan Bener.
- Pemprov Hapus Denda Pajak Kendaraan dan Gratiskan Pajak, Warga Jateng Sekalian Bisa Balik Nama
- Pemprov Jateng Perhatian: Gratiskan Mudik Bagi 1.088 Warganya Dengan Naik Kereta Api
- DPRD Batang Minta Satpol PP Tertibkan Kafe Sigandu
Baca Juga
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hari Kurniawan menilai, kekerasN itu dilakukan karena warga Wadas menolak rencana pemerintah yang menetapkan desa itu sebagai lokasi pertambangan batuan andesit untuk material pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo.
“Tidak menutup kemungkinan kami akan membuat tim ad hoc untuk menyelidiki kasus kekerasan yang dialami warga Wadas,” ujar Hari saat mengunjungi Desa Wadas, dalam siaran rilisnya, Senin (5/12).
Di Desa Wadas, Hari yang menjadi anggota komisioner periode 2022-2027 bertemu dengan puluhan warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang batuan andesit karena dinilai akan merusak lingkungan dan warga akan kehilangan tanah pertanian.
Akibat penolakan ini, aparat kepolisian melakukan represi terhadap warga pada April 2021 dan Februari 2022.
Lalu, pada peristiwa April 2021, banyak kaum perempuan dan anak-anak yang mengalami kekerasan saat menghadang aparat kepolisian yang memaksa masuk ke Desa Wadas.
Sedangkan pada Februari 2022, puluhan warga Wadas mengalami kekerasan dari aparat dan ditahan di kantor polisi.
“Kami akan membicarakan kasus ini dalam rapat paripurna Komnas HAM pada tanggal 12 dan 13 Desember ini,” kata dia.
Salah satu Warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Talabudin mempertanyakan mengapa berbagai audiensi dan aksi protes yang dilakukan warga Wadas tidak pernah mendapat respon dari pemerintah.
Ia menjelaskan, warga Wadas semakin banyak yang menerima paksaan pemerintah agar menjual tanahnya (untuk lokasi tambang andesit) bukan karena mereka butuh duit.
“Jadi mereka menerima karena tidak ada keadilan bagi masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi warga Wadas mengingatkan aparat polisi yang datang ke Wadas itu bukan untuk melakukan pengawalan proses pelepasan tanah tetapi adalah bentuk agresi.
Pasalnya jumlahnya sangat banyak sekali dan tidak hanya 250 personil seperti dilaporkan dalam temuan Komnas HAM periode lama.
“Kami melihat itu adalah bentuk pelanggaran HAM berat,” tegasnya.
- Hari ke 7 Almarhum Sri Ruwiyati, Ribuan Masyarakat Hadiri Doa Bersama di Alun-alun Banjarnegara
- Takbir Mursal Meriahkan Malam 1 Syawal 1446 H di Kabupaten Batang
- GP Ansor Kritik Maraknya Judi Togel di Grobogan