Komunitas Mulung Parahita Dorong Para Ibu Kelola Sampah Jadi Rupiah

Komunitas Mulung Parahita ingin mencoba ambil bagian dengan menjembatani para pemilah dan pengepul sampah agar berjejaring dalam aplikasi.


Komunitas yang berdiri sejak tahun 2020 ini ingin mendorong sistem pengumpulan sampah dari rumah tangga agar bisa lebih berkemnbvang melaluoi poendataan duigitals ecraa kolektif dalam pemetaan populasi smapah.

Komunitas ini sendiri fokus dalam mendesain ulang sistem lama pengelolaan sampah yang tidak efektif menjadi Green Circular Economy.

Analis Sistem Mulung Parahita, Fika mengatakan, saat ini pihaknya fokus menyasar ibu rumah tangga. Menurutnya, para ibu rumah tangga adalah aktor yang penting dalam upaya memilah sampah di tingkat rumah tangga.

"Pemilahan sampah adalah faktor penting dalam penanganan sampah, termasuk juga kolektor," kata Fika melalui siaran persnya, Jumat (5/8).

Fika melihat, selama ini aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan sampah belum terorganisir dengan baik. Bahkan terkadang penerapan ekonomi sirkular dibiarkan saja.

"Kami ciptakan platform untuk menyatukan semua user. Kami ingin semua terjaring," ucapnya.

Komunitas Mulung Parahita didukung LE Minerale kini masih terus berupaya mensosialisasikan gerakan ekonomi sirkular di sepanjang jalur yang dilalui kampanye The Rising Tide di Dermaga Samudera 2, Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.

Fika menyampaikan, saat ini Komunitas Mulung Parahita telah menjaring sebanyak 2.600 user. Mereka kebanyakan berbasis di Bali.

"Kami sediakan poin dari aplikasi. Setelah request jemput sampah, user dapat poin yang bisa ditukar tapcash. Bisa untuk belanja, isi bensin dan sebagainya," bebernya.

Fika mengatakan, di Gianyar, Bali, para ibu rumah tangga antusias mengelola sampah plastik. Mereka bahkan bisa memperoleh jutaan rupiah dalam sebulan dari mengelola sampah.

"Untuk sampah botol plastik, 1 kg nilainya 3.000 poin atau Rp 3.000," ungkapnya.

Komunitas ini juga telah bekerja dengan sejumlah perusahaan untuk memanfaatkan atau mendaur ulang sampah-sampah yang telah dikumpulkan.

Bahkan pihaknya juga akan bekerjasama dengan TNI AL untuk mengerahkan desa binaan dan keluarga besar TNI untuk terlibat aktif dalam kampanye mengelola sampah plastik.

Kota Semarang, menurutnya, merupakan daerah penghasil sampah yang cukup besar, yaitu mencapai 1.270 ton sampah per hari. Sebanyak 900 ton di antaranya dikirim ke tempat pembuangan akhir atau TPA.

Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah mendorong gerakan implementasi ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah hulu perkotaan.

"Sudah dilakukan DLH mulai dari pemilahan sampah dari rumah tangga untuk mengurangi 30 persen sampah yang dibawa ke TPA," kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Konservasi Lingkungan Hidup, DLH Kota Semarang, Didik Agung.

Didik menyampaikan, saat ini ada sekitar 480 bank sampah di Kota Semarang. Selain melakukan pembinaan, Pemkot juga menjembatani bank sampah dengan perusahaan mitra.