DKK Semarang Sebut Belum Ada Kasus Cacar Monyet di Semarang

Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang menegaskan hingga saat ini belum ada kasus baik suspek maupun yang terdiagnosa monkey pox atau cacar monyet di Kota Lumpia ini.


Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M. Abdul Hakam, mengatakan kasus suspek cacar monyet yang disebutkan oleh Kementerian Kesehatan berada di Jawa Tengah, bukan berasal dari Kota Semarang.

"Sejauh ini tidak ada laporan dari rumah sakit tentang itu," ungkap Hakam, Jumat (5/8).

Namun, Hakam tetap mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan mengedepankan protokol kesehatan. 

Penyakit yang diwaspadai tak hanya Covid-19 dan cacar monyet saja, melainkan penyakit lain yang juga disebabkan oleh virus dan bakteri.

Penyakit cacar monyet, kata Hakam, memang perlu diwaspadai. Pasalnya penyakit yang juga menyerang beberapa negara lain ini menyerang hingga ribuan orang. 

Untuk itu, orang-orang dari negara yang sudah muncul penyakit cacar monyet ini perlu diantisipasi.

"Dari KKP masing-masing embarkasi di bandara dan pelabuhan sudah melakukan skrining terhadap penumpang yang berasal dari wilayah yang saat ini ada wabah cacar monyet," jelasnya. 

Dinas Kesehatan sendiri juga telah meminta kepada seluruh Rumah Sakit di Kota Semarang untuk waspada terhadap kemungkinan munculnya pasien dengan penyakit cacar monyet. 

Terlebih ada pasien yang mengalami gejala mengarah pada penyakit cacar monyet, namun saat diperiksa tidak terbukti terpapar cacar monyet.

"Satu setengah bulan lalu, kami sempat dapat, cuma kami periksa di Litbangkes hasilnya negatif," tuturnya. 

Hakam menyampaikan bagi orang yang terpapar cacar monyet menjalani karantina untuk perawatan. 

Ia menyebut jika Kota Semarang sudah siap dengan ruang isolasi mengingat sebelumnya juga sudah terbiasa menyiapkan tempat isolasi untuk pasien Covid-19. Namun untuk proses disinfeksi perawatan cacar monyet harus sesuai ketentuan. 

"Kita tidak perlu khawatir seandainya ada kecurigaan ke arah cacar monyet. RS di Kota Semarang saat ini masih merawat pasien Covid-19. Pasien cacar monyet pun harus karantina di ruang isolasi sampai dinyatakan bukan cacar monyet," bebernya. 

Gejala cacar monyet hampir sama dengan cacar air, namun yang membedakan pada cacar monyet terjadi pembesaran di kelenjar limfe dan getah bening. 

Kemudian, pasien akan mengalami demam selama tiga hari dan timbul ruam kemerahan di muka yang akan menjalar ke seluruh badan berisi air dan nanah. Penyakit cacar monyet ini biasanya berlangsung selama dua hingga empat minggu. 

Hakam menyampaikan untuk penularan cacar monyet bisa melalui kontak langsung atau droplet dari hewan maupun manusia yang terpapar virus tersebut. 

Untuk itu peralatan seperti seprei, pakaian, dan lainnya dari orang yang terinfeksi cacar monyet harus didisinfeksi karena bersifat infeksius. 

"Reservoarnya tidak harus monyet, semua binatang bisa. Namanya cacar monyet karena dulu 1958, ada kejadian wabah itu terjadi pada monyet," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Hakam mengimbau masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan serta menghindari hewan yang sedang mengalami sakit. 

Masyarakat yang terkena cacar monyet diminta segera berobat ke fasilitas kesehatan. Selain itu jika akan mengkonsumsi daging hewan juga harus benar-benar matang. 

Resiko paling parah dari cacar monyet ini bisa menyebabkan kematian jika virus sudah menginfeksi organ tubuh, misalnya jantung dan paru-paru. 

"Di beberapa literatur disampaikan 10 diantara pasien cacar monyet tidakk bsa ditolong. Awal-awal menular di kulit luar, tapi kalau sudah mengenai sistem pernafasan, apalagi pasien punya komorbid pasti akan memberatkan sisi level severitinya," pungkasnya.