Roma – Esok hari, Rabu (07/05) waktu setempat, para kardinal akan memulai proses pemilihan paus untuk menggantikan mendiang Paus Fransiskus dalam suatu ritual kudus di dalam isolasi Kapel Sistina (Sistine Chapel) Istana Apostolik di kompleks istana kepausan.
- Indonesia Gelar Operasi Penyelamatan Ratusan Warganya Dari Kejahatan Eksploitasi Manusia Di Myanmar
- Kementerian Luar Negeri Berjuang Memulangkan 525 WNI Korban TPPO Dari Myanmar
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
Baca Juga
Di dalam Kapel, para kardinal pemilih yang mewakili jemaat di seluruh dunia itu akan mengambil sumpah akan kerahasiaan proses yang dikuduskan ini. Indonesia akan diwakili oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo
Saat para kardinal dengan hak suara tersebut sudah memasuki Kapel Sistina, maka hukum Konklaf berlaku dan dilaksanakan dengan sangat tegas. Siapa pun yang melanggar sumpah akan dijatuhi sanksi ekskomunikasi atau pengeluaran dari Gereja. Yang artinya, selain kehilangan kedudukan sebagai pemimpin jemaat dan mereka juga tidak berhak untuk mendapatkan sakramen dan mengikuti ibadah atau dengan kata lain mereka dikucilkan.
Keseluruhan proses ini diatur di dalam Konstitusi Apostolik Tentang Kekosongan Tahta Apostolik dan Pemilihan Imam Agung Romawi (Apostolic Constitution Universi Dominici Gregis) yang diterbitkan dalam masa kepausan St Yohanes Paulus II pada tahun 1996. Naskah ini selanjutnya diamandemen saat pemerintahan Paus Benedict XVI pada tahun 2013.

Di dalam dokumen negara tersebut tertera secara rinci semua proses pemilihan paus. Di dalamnya juga terdapat kewajiban para kardinal untuk menaati kerahasiaan, kewajiban untuk tidak melakukan diskusi, tidak menyebut nama, dan tidak membocorkan apa pun.
Para kardinal dilarang untuk berbagi informasi tentang jumlah pemberian suara, nama-nama yang sedang ramai dipilih dan bahkan untuk berbagi tentang informasi ringan yang berkaitan dengan Konklaf.
Secara fisik, sebelum Konklaf dimulai, para teknisi Vatikan akan menyapu lingkungan di Kapel dan berbagai ruangan yang ada di dalam Istana Apostolik. Mereka akan memeriksa apakah ada peralatan transmisi dan perekaman, mikrofon tersembunyi dan peralatan surveillance.
Melengkapi aturan tidak adanya peralatan komunikasi, maka pelaksana Konklaf akan meletakkan jammers (alat pengacak sinyal), memasang peralatan anti-drone, serta memasang lapisan di kaca-kaca di Istana Apostolik untuk mencegah kemungkinan giat mata-mata baik visual mau pun audio. Singkatnya, Kapel Sistina akan diubah dijadikan bunker teraman dengan sistem siber tercanggih di dunia.
Para ahli teknologi komunikasi pun secara ajeg melakukan penyapuan istana untuk mendeteksi kamera berukuran mikro atau pun perlengkapan penyadapan.
Satu-satunya perlengkapan yang dikecualikan adalah kamera resmi milik Vatikan yang diperkenankan untuk merekam saat pembukaan dan pengambilan sumpah. Selanjutnya, semua kamera dan petugas penyiaran dikeluarkan. Tidak ada lagi gambar hidup yang disiarkan dari Kapel Sistina.
Pada waktu para kardinal dengan hak suara sudah lengkap berada di dalam ruangan yang dihiasi oleh mahakarya seniman dunia Michelangelo tersebut, Kepala Upacara Liturgi Kepausan, Monsignor Diego Ravelli, akan mengumumkan dengan tegas, “Extra Omnes!” (“Yang tidak berkepentingan, keluar!” - Red)
Selanjutnya Kapel Sistina diubah menjadi zona keamanan dengan tingkat sangat tinggi. Semua bentuk komunikasi dilarang termasuk gawai (gadget atau device), komputer, tablet, surat, pesawat televisi, radio dan koran. Komunikasi dan kontak dengan dunia luar dilarang secara total.
Para kardinal juga dilarang untuk membawa catatan pribadi, buku harian, dan buku-buku yang tidak berhubungan dengan doa serta liturgi. Yang boleh dibawa adalah rosario, dan buku liturgi.
Setiap memasuki Kapel Sistina, para kardinal tersebut akan diperiksa dengan sopan oleh para anggota pasukan Garda Swiss yang terkenal akan kesetiaan dan loyalitasnya selama 600 tahun terakhir.
Untuk memastikan para kardinal terjamin kesehatannya, maka Vatikan menyediakan tenaga kesehatan yang berjaga di luar Kapel Sistina. Mereka hanya diperbolehkan masuk apabila ada kondisi yang sangat serius dan mendesak. Mereka juga terikat oleh sumpah kerahasiaan sehingga mereka tidak dapat sembarangan berbagi informasi setelah keluar dari Kapel Sistina.
Ada juga perlengkapan yang diperbolehkan untuk dibawa masuk ke Kapel bagi para kardinal yakni perlengkapan pribadi seperti kacamata, alat bantu dengar, serta tongkat untuk membantunya berjalan. Selain itu, diperbolehkan bagi para kardinal untuk membawa naskah doa dan perlengkapan rosario dan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter mereka sebelum Konklaf dimulai.
Para kardinal juga diperbolehkan membawa air putih untuk mencegah mereka mengalami dehidrasi. Tetapi mereka dilarang untuk membawa makanan ke dalam Kapel bahkan bagi mereka yang memiliki kondisi diabetes sekali pun.
Dunia selanjutnya hanya dapat menunggu di luar dan memperhatikan setiap terbubungnya asap yang keluar dari cerobong atap Istana Apostolik. Bubungan asap berwarna hitam berarti belum ada kardinal yang menerima suara mayoritas. Sementara asap berwarna putih berarti seorang Gembala Jemaat Katolik sudah terpilih.

- Hebat! Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Puji Capaian Investasi Sudah Capai Rp 21 Triliun
- Saat Musrenbang, Gubernur Luthfi Tegaskan Ke Bupati Dan Wali Kota Gaspol Kejar Percepatan Target
- Program Lumbung Pangan Baznas Dorong Kemandirian Petani Purbalingga