- Akhirnya, Lahir PP Perlindungan Anak Indonesia di Ruang Digital
- Kak Seto : Harus Ada Seksi Perlidungan Anak Ditingkat RT
- Perlindungan Anak Di Masa Pandemi Harus Diperhatikan
Baca Juga
Wakil Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Jawa Tengah, Wahyu Khoiruz Zaman, mengecam keras tindakan predator seksual yang menargetkan 31 anak di bawah umur di Kabupaten Jepara.
Dalam keterangannya, Wahyu menyebut kasus ini sebagai tragedi kemanusiaan yang merusak masa depan korban dan kepercayaan masyarakat terhadap lingkungan yang aman.
Wahyu menyatakan dukungan penuh Komnas PA Jateng terhadap upaya Polda Jawa Tengah dan Bareskrim Polri yang telah mengusut kasus ini secara intensif.
Ia juga mengapresiasi langkah tegas penggeledahan rumah tersangka, penyitaan barang bukti seperti ponsel dan alat kontrasepsi, serta perluasan penyidikan untuk mengungkap semua korban.
"Kami mendorong proses hukum yang transparan dan berkeadilan. Pelaku harus dihukum maksimal sesuai UU Perlindungan Anak dan UU ITE, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara," tegasnya, Senin (5/5).
Menurut Wahyu, kasus ini tidak hanya meninggalkan trauma mendalam pada korban, tetapi juga mengganggu keharmonisan sosial di Jepara. Ia menekankan bahwa mayoritas korban adalah pelajar berusia 12–17 tahun yang menjadi target melalui media sosial seperti Telegram, di mana pelaku memanipulasi dan mengancam mereka untuk melakukan hubungan seksual.
"Anak-anak ini kehilangan hak mereka untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman. Dampak psikologisnya bisa bertahun-tahun, mulai dari depresi hingga kesulitan membangun hubungan di masa depan," paparnya
Wahyu juga menyoroti risiko reviktimisasi jika korban tidak mendapat pendampingan komprehensif. "Korban berpotensi dikucilkan atau disalahkan oleh lingkungan. Ini memperparah trauma mereka," tambahnya.
Sebagai solusi, Wahyu mendorong tiga langkah utama. Pertama, Penguatan Edukasi dan Pengawasan Digital, yakni sosialisasi bahaya interaksi daring bagi anak, kolaborasi dengan sekolah, dan orang tua untuk memantau aktivitas media social.
Kedua, Perluasan Layanan Pemulihan Korban, yakni kerja sama dengan Dinas terkait (Pemda), rumah sakit, dan lembaga psikologi untuk memberikan pendampingan medis, hukum, dan psikologis jangka panjang.
Dan ketiga, Peningkatan Peran Masyarakat, yakni pelibatan karang taruna, OSIS, dan RT/RW dalam deteksi dini aktivitas mencurigakan, serta kampanye pelaporan melalui kanal resmi.
Wahyu berharap kasus ini menjadi momentum untuk membangun sistem perlindungan anak yang lebih holistik.
"Kami ingin Jepara menjadi contoh bagaimana penegakan hukum dan rehabilitasi korban bisa berjalan seimbang. Ini tugas kita semua: negara, masyarakat, dan keluarga," pungkas Wahyu, yang juga akademisi di IAIN Kudus.
Seperti diketahui, Polda Jateng telah menahan tersangka S (21) dan mengamankan 4 ponsel, kartu perdana, serta rekaman video sebagai barang bukti.
Bareskrim Polri memberikan bantuan teknis melalui Puslabfor dan Pusdokkes untuk analisis forensik serta pemulihan data yang dihapus pelaku.
Jumlah korban teridentifikasi mencapai 31 anak dari Jepara, Semarang, Lampung, dan Jawa Timur, dengan potensi penambahan seiring penyidikan.
- Ratusan Sepeda Motor Milik Warga Jepara Hangus
- Sarasehan Nasional di Jepara Ungkap Fakta Baru Sejarah
- Bupati Grobogan Lepas 907 Calon Jamaah Haji Tahun 2025