Layanan JKN di Balik Jeruji Besi Lapas Batang

BPJS Kesehatan Cabang Pekalongan melakukan sosialisasi kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. RMOL Jateng
BPJS Kesehatan Cabang Pekalongan melakukan sosialisasi kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. RMOL Jateng

"Saya memilih mengorbankan tangan dan badan terbakar, daripada kena muka saya," kata Miftah Januari Yusuf (29) sembari terbaring di kamar isolasi, ruang Dahlia RSUD Kalisari, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.


Sebagian tubuh warga Bangunsari timur, Proyonanggan Tengah, Kecamatan/Kabupaten Batang itu tampak melepuh. Bekas kulit terbakar paling parah berada di tangan kanan hingga ke leher. Beberapa bagian tubuh lainnya pun juga tampak terbakar. Keterangan dari rumah sakit, luka bakarnya mencapai 33 persen. 

Miftah berbicara sambil dijaga seorang petugas lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Batang berseragam biru di sampingnya. Ia memang merupakan narapidana atau warga binaan dirawat karena mengalami kecelakaan saat menyiapkan makanan untuk penghuni lapas. 

Peristiwa itu terjadi pada Minggu (23/7). Sebagai tahanan pendamping (tamping), anak pertama dari tiga bersaudara itu diberi tugas di dapur. Saat itu, Miftah hendak memindahkan baskom isi sayur baru matang dari dapur ke meja. 

"Saya waktu itu pakai sandal jepit  dan mendadak terpeleset ke samping. Saat itu muka saya hampir  kena, akhirnya saya reflek menggerakkan tubuh hingga tangan masuk baskom. Lalu jatuh, lalu yang saya rasakan sakit banget,"kata sulung dari tiga bersaudara itu, Jumat (5/8). 

Petugas lapas langsung bertindak cepat mengantarkannya ke rumah sakit. Awalnya Miftah dibawa ke RS QIM, kemudian dipindah ke UGD RSUD Kalisari Batang. Pihak keluarganya pun langsung dihubungi. Ayahnya, Ahmad Achsin (59) langsung datang ke UGD RSUD Batang. 

"Saya dikabari pas sedang nyuci baju di rumah. Katanya Yanu (panggilan Miftah di keluarga) kesiram air panas," kata buruh bangunan itu saat ditemui di rumah sakit. 

Achsin dan anak perempuannya langsung melihat kondisi Miftah. Pihak lapas juga menjelaskan hanya bisa membantu sebagian biaya perawatan anaknya. Ia dan putrinya sempat menghubungi beberapa saudaranya untuk meminta bantuan. 

"Jujur, kami dari keluarga yang tidak mampu. Sempat bingung. Lalu bapak dari Lapas dan rumah sakit nyoba ngecek ke komputer, ternyata anak saya ditanggung BPJS Kesehatan. Saya tidak tahu kapan daftarnya, saya juga belum daftar sampai sekarang," ceritanya. 

Ia memang tidak tahu menahu kapan anaknya mendaftar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sepengetahuannya, sebelum masuk penjara pun, anaknya tidak pernah mendaftar. 

Pertanyaan itu pun langsung dijawab perawat Lapas Kelas II B Batang, Zihan Sendiko Putro (36). Ia menyebut bahwa Miftah masuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. Miftah dan 171 warga binaan Lapas Batang diusulkan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) ke Kementrian Sosial (kemensos). Kepastian itu diperoleh  saat petugas rumah sakit mengecek Nomor Induk Kependudukan (NIK) Miftah. 

Zihan, sapaan akrabnya, menjelaskan ada kerjasama antara Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dengan Kemensos terkait penjaminan warga binaan menjadi PBI-JK. Hasil kerjasama itu tertuang dalam SK Menteri Sosial Nomor 11/HUK/2022 dan 30/HUK/2022 tentang Penetapan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Kementerian Sosial. 

Ia tidak bisa membayangkan jika Miftah Ktidak ditanggung (BPJS Kesehatan). Sebab, keluarga Miftah berasal dari kalangan ekonomi ke bawah. Pihaknha pun hanya bisa sedikit membantu biaya perawatan. 

"Saya dengar sendiri keluarganya kebingungan cari uang. Lalu menelpon saudara-saudaranya yang lain meminta bantuan, dan ada yang menolak membantu," ucapnya. 

Jika Miftah tidak terdaftar JKN, biaya pengobatannya bisa lebih dari Rp10 juta. 

Nita Setyawati (30), Petugas BPJS Siap Membantu (Satu) yang bertugas di RSUD Kalisari Batang pun memastikan pelayanan yang diterima Miftah sesuai standar. Ia mengawal proses perawatan narapidana itu dari mulai masuk hingga masa penyembuhan. 

Tugasnya memang memastikan peserta JKN mendapatkan pelayanan maksimal. Lalu, juga menangani keluhan peserta JKN. 

"Kami memastikan pelayanan yang diterima Miftah maksimal. Begitu masuk, beliau langsung ditangani. Tidak  perbedaan dengan pasien lain, ujarnya. 

Warga Terbuang

Perawat Lapas Kelas II B Batang, Zihan Sendiko Putro (36) mengakui, ketika melihat nama Miftah jadi PBI-JK membuat kekhawatirannya berkurang. Sebab, Miftah hanya satu dari 300-an warga binaan Lapas Batang yang juga membutuhkan jaminan kesehatan, meski tinggal di balik jeruji besi. 

Zihan menjelaskan, rata-rata warga binaan adalah orang terbuang yang tidak diurusi keluarganya. Mayoritas berasal dari ekonomi menengah ke bawah. Maka, tidak semua narapidana dan tahanan punya jaminan kesehatan. Kecuali warga binaan yang masih diurusi keluarganya. 

"Mereka masuk sini pun belum tentu berniat jahat tapi karena dituntut biaya hidup. Masuk sini belum tentu badan sehat," tuturnya. 

Kepala Lapas Kelas II B Batang, Rindra Wardhana menceritakan upayanya menjamin kesehatan warga binaan sebelum ditanggung BPJS Kesehatan. Dengan anggaran terbatas, ia menjalin kerjasama dengan berbagai layanan kesehatan. 

Ia bekerjasama dengan Puskesmas Batang 3 untuk pemeriksaan kesehatan rutin seminggu sekali. Lalu juga menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit QIM dan RSUD Kalisari Batang untuk kasus yang butuh rawat inap. 

"Kami juga menyediakan klinik. Kalau sakit ringan, ada stok obat-obatan, dan bisa konsultasi dengan perawat kami, pak Zihan," jelasnya. 

Jika ada warga binaan yang terpaksa harus menjalani rawat inap, maka pihaknya akan berkoordinasi dengan keluarga terkait biaya perawatan. Sebab, anggaran kesehatannya minim. Pihaknya harus membagi anggaran untuk seluruh warga binaan. 

Salah satu kerjasama dengan rumah sakit yaitu ketika anggaran kesehatan Lapas habis, maka bisa dibayar pada anggaran tahun berikutnya. 

Zihan kembali menambahkan, hal yang menjadi beban moral ketika keluarga warga binaan kategori tidak mampu atau tidak mau mengurusi. Ditambah lagi warga binaan tidak punya jaminan kesehatan semisal BPJS Kesehatan atau asuransi kesehatan lain. 

"Hal paling jelek adalah ketika anggaran habis untuk biaya perawatan satu atau dua warga binaan. Untungnya tidak pernah kejadian. Biasanya keluarga juga dibantu perangkat desa untuk mencari dana," jelasnya. 

Zihan merupakan saksi hidup masalah kesehatan warga binaan pemasyarakatan (WBP). Ia tahu betapa pentingnya kesehatan bagi warga binaan. Pernah ada warga binaan yang awalnya sehat mendadak sakit karena kasus yang dialamj. 

Contohnya, ada WBP  depresi hingga mengonsumsi minuman instan berlebihan hingga gulanya naik, lalu dibawa ke rumah sakit hingga meninggal. WBP itu tidak punya jaminan kesehatan. 

"Lalu ada yang punya BPJS mandiri, depresi karena kasusnya tidak rampung-rampung, hingga akhirnya meninggal," ucapnya. 

Karena itu, ketika ada program PBI-JK dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk warga binaan, ia menyambut suka cita. Baginya, warga binaan punya hak yang sama dengan warga lain di luar jeruji besi. 

Tanpa Diskriminasi

Untuk mengetahui kondisi kepesertaan JKN warga binaan, BPJS Kesehatan Kantor Cabang Pekalongan mendatangi langsung Lapas Kelas II B Batang. Pihak BPJS Kesehatan melakukan sosialisasi hingga melakukan pendataan dari sel ke sel.

BPJS Kesehatan Cabang Pekalongan memastikan  pelayanan JKN seorang warga binaan pemasyarakatan, Lapas kelas II B Batang, yang menjalani perawatan di RSUD Kalisari Batang sesuai prosedur. RMOL Jateng

Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Kantor Cabang Pekalongan, Fredericus Hardianto Wijoyo, juga berinteraksi langsung dengan warga binaan. Ada yang kebingungan dengan status BPJS Kesehatannya ketika masuk dalam lapas dan berbagai pertanyaan lain. 

Ia juga berinteraksi langsung dengan warga binaan. Ada yang kebingungan dengan status BPJS Kesehatannya ketika masuk dalam lapas dan berbagai pertanyaan lain. 

Ia juga mendapat pertanyaan kondisi jaminan kesehatan keluarga yang ditinggalkan. Ternyata, tidak sedikit warga binaan yang peduli tentang jaminan kesehatan. 

"Kami memilih Lapas Kelas IIB Batang, karena jarang sekali terpapar sosialisasi. Harapan kami saling memperkuat koordinasi tentang status kepesertaan WBP," kata Didik, sapaan akrabnya, di sel santri Lapas Batang, Kamis (4/8). 

Berdasarkan pendataan, dari 298 warga binaan, 219 telah mempunyai kartu JKN tapi 34 di antaranya non aktif. Kemudian, sejumlah 45 orang belum terdaftar. 

"Untuk pemilik JKN, lebih dari 50 persen napi di sana terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN. Kemudian sisanya peserta mandiri," jelasnya. 

Untuk yang non aktif, biasanya dari peserta berstatus karyawan yang keluar dari pekerjaan. Sehingga, perusahaan tidak lagi membayar iuran. 

Didik, mengatakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi seluruh warga. Semua Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan jaminan kesehatan nasional tanpa diskriminasi. 

Ia berharap pendataan itu bisa membantu WBP memperoleh program JKN, baik dari Pemerintah Kabupaten Batang maupun dari Kementerian Sosial. 

Dalam sosialisasi tersebut, Didik menjelaskan segala hal terkait BPJS Kesehatan pada WBP. Informasi  itu diharapkan sampai ke masing-masing keluarga WBP. Sehingga tidak ada kendala administrasi ketika akan digunakan. 

Kepala Seksi Bina dan Pendidikan Lapas Kelas IIB Batang Satriya ingin wawasan warga binaan terbuka terkait pentingnya jaminan kesehatan. Sebab, tidak semua orang tahu kapan akan sakit. Warga binaan di balik jeruji besi pun bisa sakit. 

"Selama ini ketika WBP mengalami sakit dan harus rawat jalan, biaya ditanggung dari anggaran Lapas Kelas IIB Batang. Anggaran terbatas," jelasnya. 

Pemkab Batang

Di sisi lain, Kasi Sumber Daya Kesehatan, Bidang Pelayanan dan SDK, Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, Dinar Soraya, menambahkan sebenarnya warga  binaan bisa masuk dalam PBI yang dibiayai APBD Pemkab Batang. Namun, saat ini, aturannya masih terbatas pada warga yang ber-KTP Batang. 

"Kalau semisal PBI dari Kemensos turunnya lama, mungkin warga binaan asal Batang bisa didaftarkan PBI APBD Batang. Cukup sebulan nunggunya," kata Dinar saat ditemui di Balai Desa Denasri Kulon. 

Ia mengakui bahwa belum ada aturan khusus untuk warga binaan asal Batang. Sebab, masih menerapkan aturan lama yaitu memakai NIK. 

Dinar mengatakan, saat mendaftar PBI APBD Pemkab Batang  pun bisa untuk sekeluarga warga binaan. Jadi, pendaftar bisa dari warga binaan atau keluarga. 

"Dulu ada Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), warga binaan bisa ikut dijamin kesehatannya.  Tapi sekarang sudah dialihkan ke BPJS Kesehatan," ujarnya. 

Staf Penyuluh Dinas Sosial Kabupaten Batang, Teguh Setyadi mengatakan, pihaknya yang mengeluarkan surat rekomendasi untuk PBI. Aturan dasarnya adalah pengajuan dari musyawarah desa. 

Pihaknya tidak membedakan status warga Batang yang mengajukan PBI. Baginya, yang terpenting ber KTP Batang dan sesuai pengajuan dari desa.