Minggu, 10 Oktober 2021, diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Persoalan kesehatan mental menjadi masalah serius yang tak bisa dianggap sepele dewasa ini. Terlebih, di masa pandemi, kesehatan mental menjadi masalah serius, yang memerlukan perhatian bersama untuk dicari solusinya.
- BPJS Kesehatan Pekalongan Percepat Capaian UHC
- Kasus Covid-19 di Purbalingga Mulai Merangkak Naik
- Dinkes Blora Gelar Rapat Koordinasi Rencana Aksi Daerah Penanggulangan TBC
Baca Juga
Stres akibat PHK dan dirumahkan akibat pandemi tak terhitung jumlahnya. Belum lagi hingga berbuntut konflik rumah tangga yang berujung perceraian. Anak-anak remaja yang menjadi korban gadget akibat bosan hampir dua tahun sekolah daring, menjadi pencetus gangguan kesehatan mental.
Psikolog Choirunisa Nirahma Putri, M.Psi., dalam artikelnya menulis, pada dasarnya manusia terdiri dari dua subsistem, yaitu psikis (jiwa atau mental) dan fisik (soma atau badan). Kedua subsistem yang menyatu pada manusia ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia tidak selamanya ada dalam kondisi sehat, pada saat tertentu manusia mengalami gangguan, baik gangguan fisik maupun gangguan mental.
Gangguan fisik yang dialami oleh manusia dapat dengan mudah diketahui seperti panas, sakit gigi dan sakit fisik lainnya, sedangkan gangguan psikis pada prinsipnya dapat diketahui jika kita memahami gejala-gejalanya, misalnya gejala apa yang bisa dilihat dari orang yang stres, depresi atau cemas.
Sehat secara mental juga tidak hanya terbebas dari gangguan mental namun juga berkaitan dengan kesehatan fisik dan perilaku. Menurut Goldberg (1984 dalam Latipun, 2002) ada tiga kemungkinan hubungan antara sakit secara fisik dan mental yatu pertama, orang mengalami sakit mental disebabkan oleh sakit fisiknya karena kondisi fisik yang tidak sehat, ia tertekan sehingga menimbulkan gangguan mental. Kedua, sakit fisik yang diderita sebenarnya gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga, antara gangguan mental dan sakit secara fisik saling menopang, artinya bahwa orang menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental, dan gangguan mental tersebut memperparah gangguan fisiknya.
Sedangkan kesehatan mental, menurut Pieper dan Uden (2006) seseorang dapat dikatakan memiliki kesehatan mental jika dia memiliki perasaan positif terhadap dirinya, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kesehatan mental merupakan kondisi dimana seseorang berfungsi secara efektif di kehidupan sosial, bahagia dengan hidupnya dan mampu menyesuaikan diri dengan tantangan yang dihadapi.
Menurut Notosoedirdjo dan Latipun (2005), kesehatan mental dipengaruhi oleh faktor internal dan fator eksternal. Faktor internal adalah faktor biologis dan psikologis, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah sosial budaya. Faktor biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental diantaranya adalah otak, sistem endrokin, genetika, dan sensori, sedangkan faktor psikologis yang berpengaruh adalah ketenangan jiwa.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyebutkan, tingkat kecenderungan kasus gangguan kesehatan mental (emosional) yang ditunjukkan melalui gejala seperti depresi dan panik/kecemasan adalah sebanyak 6% pada kalangan usia 15 tahun keatas, sekitar empat belas juta orang.
Tips Menjaga Kesehatan Mental
Dr. Lisa Damour, seorang psikolog remaja, penulis best-seller dan kolumnis bulanan New York Times, memiliki tips dalam menjaga kesehatan mental, yakni Pertama, sadari bahwa kecemasanmu adalah hal yang wajar. Menurut Dr Damour, jika penutupan sekolah dan judul-judul mengkhawatirkan di media membuatmu merasa cemas, kamu tidak sendirian. Malah, itu adalah hal yang sudah seharusnya kamu rasakan.
“Para psikolog sudah lama menyadari bahwa kecemasan adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman, dan membantu kita untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri,” ujarnya, dikutip dari laman Unicef.org.
Kedua, cari pengalihan. “Menurut para psikolog, ketika kita berada dalam kondisi yang sangat sulit, akan sangat membantu untuk mengenali masalah menjadi dua kategori: Hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan,” kata Dr. Damour.
Saat ini ada banyak hal yang jatuh pada kategori kedua, dan itu tidak apa-apa. Tapi satu hal yang bisa membantu kita untuk menghadapi situasi tersebut adalah dengan mencari pengalihan untuk kita sendiri. Mengerjakan PR, menonton film kesukaan, atau membaca novel sebelum tidur adalah hal-hal yang disarankan oleh Dr. Damour untuk mencari pelampiasan dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, temukan cara baru untuk berkomunikasi dengan teman-temanmu. Jika kamu ingin bersosialisasi dengan teman di tengah kondisi social distancing, media sosial adalah solusi yang bagus untuk berkomunikasi. Salurkan kreativitasmu: Ikuti Tik-Tok challenge seperti #safehands, #dirumahaja, dan lain-lain. “saya tidak akan pernah meremehkan kreativitas remaja,” kata Dr. Damour.
Menyalurkan kreativitas, salah satu tips menjaga kesehatan mental. foto: Unicef.
“Menurut saya, remaja akan menemukan cara untuk (terhubung) dengan satu sama lain secara online melalui cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.”
“(Tetapi) memiliki akses tanpa batas ke layar kaca atau media sosial itu bukan hal yang bagus. Itu hal yang tidak sehat dan tidak cerdas, dan bahkan bisa menambah rasa cemasmu,” kata Dr. Damour, yang merekomendasikan agar kamu mendiskusikan dengan orangtua untuk mengatur jadwal screen time (waktu yang kamu habiskan di depan televisi/gadget) untukmu.
Keempat, fokuslah pada dirimu. Pernahkah kamu berniat untuk belajar hal baru, membaca buku baru, atau belajar cara memainkan alat musik tertentu? Sekarang lah saatnya untuk melaksanakannya. Fokus pada diri sendiri dan mencari cara untuk memanfaatkan waktu tambahan yang kamu dapatkan adalah cara yang produktif untuk menjaga kesehatanmu. “Saya sendiri sudah membuat daftar buku-buku yang ingin saya baca dan hal-hal yang dari dulu sudah ingin saya lakukan,” kata Dr. Damour.
- Kader PDIP Kota Semarang Kompak Serahkan Gaji Untuk Penanganan Covid-19
- Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan: Gunakan DBHCHT 2025 Untuk Premi BPJS
- Cakupan Vaksin Anak Capai 1.228, DKK Salatiga Tunggu Alokasi Tambahan dari Pusat