Lembaga Adat Keraton Surakarta Tolak Pembangunan Baliho Permanen

Rencana pemasangan baliho permanen di kawasan cagar budaya ditentang oleh Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Wandansari.


Penolakan juga datang dari Masyarakat Adat Karaton Surakarta dan sentono dalem perwakilan trah PB II sampai PBXIII.

"Harusnya pembangun tiang baliho di kawasan cagar budaya sifatnya tidak permanen. Ini malah pondasinya dicor dengan tiang dari besi. Ini melanggar estetika dan yang jelas melanggar UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya," papar Gusti Wandansari kepada awak media, Selasa (15/9) pagi.

Ditegaskan GKR Wandansari yang merupakan adik kandung PB XIII jelas menyayangkan sikap dan tidakan yang dilakukan oknum yang selalu mengatasnamakan perintah Sinuhun.

"Ini jelas salah, pembangun tiang permanen dengan kedalamaman sekitar 1,5 meter yang hanya berjarak sangat dekat dengan pagar Siti Hinggil berpotensi besar dalam perusakan benda maupun bangunan cagar budaya," tandasnya.  

Hal tersebut lanjut Gusti Wandansari, tidak sekali dilakukan. Sebelumnya ada  pemasangan tiang baliho di depan Kamandungan Keraton Surakarta.

Terlepas (pemasangan baliho) itu perintah Sinuhun atau tidak yang jelas itu salah dalam penempatan maupun estetika dan melanggar UU Cagar Budaya.

Sesuai dengan ketentuan (pemasangan baliho) salah satunya tidak bersifat permanen dan bisa setiap saat bisa dibongkar. Sedangkan, tempatnya tidak di depan tepat sehingga menutupi fasad keraton.

"Masak di depan keraton yang kita junjung tinggi marwahnya lalu dipasangi permanen baliho besar seperti itu. Keraton yang sakral dan bebas iklan malah jadi seperti reklame pemetasan kethoprak di gedung wayang orang," ungkapnya.

Lebih lanjut Gusti Wandansari, hal tersebut sangat meresahkan. Keberadaan LDA sebenarnya justru melindungi yang bersangkutan (Sinuhun) dan memposisikan yang tertinggi sebagaimana mestinya.

"Karena memasang tiang baliho permanen di area kawasan cagar budaya seperti yang terjadi saat ini, jelas bertentangan dengan UU Cagar Budaya, dan secara estetika juga tidak dapat dibenarkan," pungkasnya.