Maidy DDC Palit Tumengkol. Sth. Pemuka Agama Wanita Pertama Sebagai Pencatat Perkawinan

Sosok Kartini Milineal

Ditengah peringatan Hari Kartini 2022, sosoknya menyiratkan Kartini Milineal yang sederhana. Menyandang predikat dan jabatan tak bisa dikatakan biasa, dan memang bukan hal biasa dilakukan perempuan jaman sekarang.  


Maidy DDC Palit Tumengkol. Sth., istri dari Ketua DPRD Salatiga Dance Ishak Palit ini berprofesi sebagai Pemuka Agama Wanita pertama sebagai Pencatat Perkawinan selain sebagai salah satu sosok pendeta Wlwanita di Salatiga. 

Berasal dari Manado dan telah menetap di Salatiga sejak tahun 26 tahun silam, keseharian Maidy, sapaan akrabnya, selain sebagai ibu rumah tangga, kegiatan rutin lainnya adalah pelayanan GPIB Tamansari, Salatiga. 

"Mengurus rumah tangga, mengikuti kegiatan sosial yang diadakan DPRD tingkat kota, maupun sosial kemasyarakatan baik kepartaian dan lain-lain  menjadi keseharian saya. Selain saya sebagai seorang pendeta dan juga sebagai seorang pendamping suami dan anak-anak saat di rumah," ungkap wanita lembut ini, lugas. 

Kharismatiknya yang terpancar, menjadi magnet bagi orang sekitarnya untuk mendengarkan kisah perjalanan hidup Maidy. Dimulai merantau dari tanah kelahirannya, Manado hingga namanya harum dan besar di Kota Tertoleran, Salatiga. 

Berawal dari sang suami Dance Ishak Palit yang mendapatkan kesempatan menjadi Dosen di sebuah Perguruan Tinggi (PT) di Salatiga, sebagai sosok istri yang patuh, Maidy mendukung kenuh karir belahan jiwanya. 

Sejalan dengan karir suami, Maidy pun berkarier dibidang pelayanan. Mulailah pola hidup menyesuaikan dimana kakinya dipijak di tanah Jawa ini. 

Sampai akhirnya, sang suami merambah dunia politik tahun 2014. Hingga Akhirnya, mencalonkan sebagai anggota DPRD Kota Salatiga, terpilih menjadi salah satu dari anggota Dewan Kota Salatiga, semuanya penuh suka duka yang dilalui bersama. 

Semua itu, dilaluinya sebagai seorang istri penuh dilema dan tidak selalu berjalan mulus. 

"Bagaimana tidak penuh liku, dari seorang dosen yang biasanya menjadi pendidik kemudian beralih profesi menjadi seorang politikus partai yang tentu saja agak gimana gitu ya, harus ada perjuangan yang keras. Dan saya sebagai istri mendukung setiap kegiatan suami," bebernya. 

Bentuk dukungan sebagai istri, akunya, tidak hanya mensuport moral dengan dijadikan sebagai teman berkonsultasi tapi juga memberikan kepercayaan penuh. 

Peran disini, disebutkannya, tidak kelihatan di depan karena selain doa dan juga yang memberikan kepercayaan sebesar-besarnya sehingga tugas dan pengertian yang dilakukan sosok istri seorang anggota DPR itu dapat berjalan dengan baik.   

"Saya sampaikan ke suami, apapun yang dilakukan itu adalah untuk masyarakat, untuk pengabdian kepada Kota Salatiga khususnya dan Indonesia pada umumnya peran seorang istri saya dukung penuh, saya support," ujarnya. 

Ia yakin, dengan kerjasama, pengertian dan support yang besar dari istri dan anak-anak menjadi kekuatan melakukan tugas dan kewajibannya sebagai anggota dewan apalagi saat ini dipercaya sebagai Ketua ketua DPRD kota Salatiga

Berbicara kewajiban, ditegaskan Maidy, sudah menjadi sebuah kewajiban dirinya untuk ikut serta di dalam kegiatan-kegiatan mendampingi suami. Mulai dari kegiatan PKK, organisasi wanita di tempat tinggal hingga meluangkan waktu sebagai Ketua Departemen Wanita PDI Perjuangan, semua dijalaninya. 

Bahkan, Maidy juga didaulat  sebagai Ketua Periswara yakni Persatuan Istri Wakil-wakil Rakyat. Dan masih ada beberapa organisasi lainnya.  

Keterlibatannya dengan pertemuan-pertemuan kemasyarakatan serta organisasi sebagai bentuk support di mana seorang istri itu juga berperan serta di dalam setiap kegiatan suami. 

Lewat pelayanan Firman sebagai seorang Pendeta Wanita yang sehari-hari bertatap muka dengan  Jemaat di GPIB Tamansari, maupun di gereja-gereja lainnya di Salatiga Maudy pun tak luput dipercaya sebagai salah seorang petugas pencatat perkawinan di Salatiga. 

"Inilah uniknya di Kota Salatiga ini, karena di sini kami punya 23 orang pemuka agama dan saya satu dari 2 perempuan pemuka Agama menjadi Petugas Pembantu Pencatat Perkawinan khusus untuk yang beragama Nasrani, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu dan Penghayat Kepercayaan," akunya. 

Semua itu, dipercayanya, tentu saja dibutuhkan bukan hanya sekedar senyum tetapi bagaimana orang lain percaya dengan sosok wakilnya. 

Semua masyarakat Kota Salatiga, dianggapnya sudah menjadi bagian dari perjalanan pelayanan Maidy. Meski demikian, prioritas menjadi istri pun tidak bisa membeda-bedakan itu bentuk-bentuk support sehingga pekerjaannya boleh berjalan dengan lancar ikut juga membantu dalam kegiatan-kegiatan yang yang sudah direncanakan maupun kegiatan-kegiatan yang masih dalam progress sang suami.  

"Tak jarang, Pak Dance itu lupa ada janji dengan orang, lupa ada janji dengan siapa, lupa akan memberikan ini itu, ketika sini lupa dengan kegiatannya, disitulah saya mencoba hadir," timpalnya. 

Ditengah peringatan Hari Kartini, Maidy memiliki pemikiran sendiri. Baginya, sosok Kartini itu seorang perempuan yang hebat. 

"Hebat pada masanya. Bayangkan, tidak mudah bagi seorang perempuan muda Kartini waktu itu masih berusia 20 sampai 25 tahun hidup di dalam budaya Jawa yang sangat ketat dan sangat kental dengan tradisi dan budayanya," pungkasnya. 

Dan banyak orang beranggapan bahwa, perempuan itu aktivitasnya terbatas di jam-jam domestik saja.  Dimana, cuma berputar-putar di sekitar 'sumur-dapur-kasur'. 

Luar biasanya Kartini saat itu, adalah di usia yang muda sebagai seorang istri yang harusnya dia patuh kepada suami, cuma mengurusi masalah domestik saja tapi perjuangan Kartini dengan tekad uar biasa untuk memajukan kaumnya mendirikan Sekolahan. 

"Dia berpikir bahwa kaum perempuan itu tidak harus di rumah saja untuk mengurusi kegiatan-kegiatan rumah, tapi seorang perempuan harus pintar dengan membaca. Kartini muda 'ya' berpengetahuan luas, dia menguasai beberapa bahasa bahkan dengan pengetahuannya ini dia mendirikan Sekolahan. Seorang perempuan muda bisa mendirikan sekolah itu bukan hal yang yang biasa," tegasnya. 

Lewat Kartini, dengan perjuangannya Kartini dulu, banyak perempuan hebat saat ini menjadi sosok besar dan terkenal setara dengan laki-laki.  

Bahkan karena perjuangan Kartini, di percaya, banyak perempuan perempuan Indonesia terinspirasi untuk mau berjuang maju. Mengingat, kesempatan terbuka untuk berpendidikan tinggi saat ini sangat luas.  

"Jadi jangan lagi ada perempuan Indonesia yang berpikir bahwa tugas saya hanya seputar  'sumur-dapur-kasur', tetapi selain kodrat sebagai perempuan yang punya rana yang punya kewajiban untuk membangun bersama dengan suami, dengan keluarga, dengan masyarakat," imbuhnya. 

Sehingga apa yang Ibu Kartini harapkan, bisa menjadi kekuatan dan juga bisa menjadi apa yang disebut semangat baru bagi perempuan-perempuan Indonesia.  

"Satu hal yang dikatakan bahwa asal perempuan itu mau, maka dia bisa melakukan apa saja. Bagi saya kalau kita ibaratkan perempuan itu di dalam anggota tubuh kita perempuan itu adalah leher, karena itu adalah jembatan antara kepala dan badan di mana leher inilah yang menjadi penggerak. Di mana kepala mau berputar, maka dia mau menengok ke belakang terus atau kalau mau maju melihat ke depan sinilah leher peran pentingnya," tutur Maidy.