Makan Siang, KBRI Caracas Ditagih Miliaran Bolivar...

Krisis ekonomi di Venezuela makin gila. Badan Moneter Internasional (IMF) mencatat angka inflasi di Venezuela sampai 1.000.000 persen. Ini bukan halusinasi. Tri Astuti, pelaksana fungsi ekonomi Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Caracas, mengalaminya.


Tri menceritakan pengalaman makan siang (lunch) di restoran dengan tagihan miliaran. 14 Agustus lalu, 20 staf KBRI makan dengan menu sederhana mendapat tagihan 1,7 miliar bolivar. Jika dirupiahkan, sekitar Rp 7 juta saja. Angka 1,7 miliar itu mengagetkan. Sebab, awal tahun, dengan jumlah orang dan menu yang sama: sajian ken­tang, kerang, ikan, dan ayam hanya sekitar 500 juta bolivar. Saking banyaknya tagihan, struk terpaksa dibayar dua kali melalui transfer bank karena dana tidak cukup.

"Saat akan membayar harganya 1,7 miliar (bolivar) di akun kami hanya ada satu miliar, jadi nanti kami transfer lagi kekurangannya. Jadi asas kepercayaan saja, karena inter­net banking sibuk, banyak orang yang transfer," kisahnya.

Kini, jika ingin berbelanja ke­butuhan sehari-hari di Venezuela, pakai tas besar. Bukan untuk be­lanjaan yang banyak. Tapi untuk membawa uang. Karena tidak ada harga nominal uang kecil. Di pasar tradisional sekalipun, transaksi juga melalui transfer karena harga sayuran 30 juta dan ikan sekitar 40 juta bolivar.

Fotografer Reuters Carlos Gar­cia Rawlins dalam jepretannya memberikan gambaran. Seekor ayam dengan berat 2,4 kg dijual di Caracas seharga 14,6 juta bolivar atau setara dengan 58,7 dolar AS. Jika dirupiahkan hanya sekitar Rp 53 ribu. Harga satu gulung tisu toilet 2,6 juta bolivar atau setara dengan 10,4 dolar AS (sekitar Rp 103 ribu). Untuk membeli sebungkus pembalut perempuan, membutuhkan uang 3,5 juta Bolivar atau sekitar 14 dolar (Rp 201 ribu).

Ini hanya sedikit gambaran betapa buruknya inflasi di Venezuela. Warga Venezuela bahkan sudah menimbun persediaan sembako di rumah-rumah mereka sejak jauh hari. Mereka mencemaskan pemberlakuan mata uang baru dan sistem perbankan yang rumit. Presiden Venezuela Nicolas Maduro menerbitkan mata uang baru untuk mengendalikan inflasi.

Nilai mata uang bolivar Venezuela ambruk. Nilai tukar untuk 1 dolar AS saat ini sama dengan 6,3 juta bolivar. Angka ini masih baik dibandingkan kondisi dolar Zimbabwe semasa pemerintahan Robert Mugabe. Pada 2008, 1 dolar AS setara dengan 669 miliar dolar Zimbabwe.

Ambruknya perekonomian Ven­ezuela menyebabkan jutaan warga hengkang. Menurut PBB, 2,3 juta warga Venezuela meninggalkan negara itu sejak krisis ekonomi 2014 mulai menerpa.

Banyak yang menyalahkan Presiden Nicolas Maduro dan pemerintahnya atas situasi suram negara kaya minyak itu.

Kaya Minyak Kok Inflasi?

Venezuela dikenal sebagai negara dengan cadangan minyak bumi terbesar di dunia. Namun, kenapa negara kaya ini bisa kena hiperinflasi? Dilansir BBC, keuntungan penjualan minyak Venezuela menjadi pemasukan untuk negara sebesar 95 persen. Di saat harga minyak bumi tinggi, pemasukan negara tentu mengalir deras.

Ketika mendiang Presiden Hugo Chavez berkuasa, dari Februari 1999 sampai meninggal dunia Maret 2013, dia meng­gunakan sebagian dana tersebut untuk membiayai sejumlah pro­gram sosial untuk mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan. Dua juta rumah didirikan lewat program pemerintah Misin Vivi­enda (Misi Perumahan).

Namun, saat harga minyak anjlok pada 2014, pemerintah tiba-tiba kelimpungan dihadap­kan dengan utang pembiayaan proyek negara yang masih be­lum rampung. Alhasil, untuk menutupi rugi, pemerintahan pun mulai memotong jatah ban­tuan untuk rakyat.

Tidak hanya itu, pemerintahan Chavez mematok harga sendiri untuk kebutuhan pokok warg­anya. Nilai jual yang rendah dari pemerintah ini juga membuat pemilik usaha bangkrut, karena biaya yang dipatok pemerintah Venezuela tidak sesuai dengan biaya produksi.

Ditambah kelangkaan mata uang asing untuk membiayai kebutuhan pokok impor. Lang­kanya mata uang asing mem­buat pasar gelap merajalela di Venezuela. Alhasil, nilai tukar Bolivar terus menurun dengan banyaknya pembeli dolar dari pasar gelap yang menukar dolar mereka dengan bolivar.