Makroprudensial Sebagai Penjaga Stabilitas Moneter Menuju Indonesia Maju

Sebuah rumahdi salah satu kompleks perumahan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sedang dalam pembangunan. Bank memberikan pembiayaan ke sektor perumahan sebagai salah satu upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. RMOL Jateng
Sebuah rumahdi salah satu kompleks perumahan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sedang dalam pembangunan. Bank memberikan pembiayaan ke sektor perumahan sebagai salah satu upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. RMOL Jateng

Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas moneter dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Langkah ini ditempuh guna mempercepat pemulihan serta mendukung ekonomi berkelanjutan.


Bank Indonesia memiliki tugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial. 

“Gubernur BI juga selalu menekankan bauran kebijakan meliputi moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran,” kata Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Didit Widiana di sela-sela kegiatan ‘Edukasi Makroprudensial Perkembangan Sistem Keuangan Indonesia Terkini’ secara virtual, belum lama ini. 

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Didit Widiana saat pemaparan materi ‘Edukasi Makroprudensial Perkembangan Sistem Keuangan Indonesia Terkini’ secara virtual, belum lama ini. 

Menurut dia, permasalahan ekonomi semakin kompleks dan tidak cukup hanya mengenalkan satu kebijakan saja. Pendekatan kondisi keuangan semakin mengutamakan interkoneksi guna menjaga stabilitas sistem keuangan. 

Kebijakan BI pun tidak bisa sendiri, harus pula melibatkan pula kebijakan dari otoritas lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta pemerintah (Kementerian Keuangan). 

Ditarik ke belakang, kebijakan makroprudensial menyikapi krisis global pada tahun 2018/2019. Saat itu kebijakan makroprudensial tidak cukup untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

“Dalam G20 disebutkan krisis keuangan global memberikan pelajaran bahwa kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial tidak cukup dalam menjaga stabilitas makroekonomi. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan makroprudensial yang mengaja stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,” kata dia. 

Kebijakan makroprudensial, lanjut dia, merupakan kebijakan BI yang ditetapkan dan dilaksanakan untuk mencegah risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi seimbang dan berkualitas.

Kebijakan makroprudensial juga meningkatkan efisiensi sistem keuangan serta mendukung stabilitas monoter dan akses keuangan dalam menjaga SSK (stabilitas sistem keuangan) serta stabilitas sistem pembayaran.

“Bauran kebijakan Bank Indonesia diperkuat untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan ekonomi nasional,” terang dia. 

Kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas, sedangkan empat kebijakan lain terdiri dari makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar keuangan, serta ekonomi keuangan hijau dan inklusif diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. 

Didit menyebutkan, setiap negara terdampak oleh pandemi Covid-19. Setiap negara memiliki ‘resep’ tersendiri untuk bertahan dari pandemi. 

“Tidak ada negara yang menjadi contoh. Masing-masing negara berjuang ‘keluar’ dari kontraksi pandemi dengan upaya maksimal,” kata dia.

Indonesia memiliki resep sendiri untuk mengatasi pandemi supaya perekonomian segera pulih. Indonesia mempunyai semangat goyong royong yang tidak ada di negara lain. Dalam situasi saat itu, nilai gotong royong dinilai sangat tinggi antara pemerintah pusat, daerah, otoritas keuangan dan masyarakat sehingga terlepas dari krisis ekonomi.

“Ekonomi di Indonesia di level Asia unggul, cukup survive resilience (berdaya tahan) terhadap tekanan dari luar,” tegas dia. 

Beberapa instrumen kebijakan makroprudensial Bank Indonesia meliputi Countercyclical Capital Buffer (CCyB) dipertahankan tetap sebesar 0%, Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dipertahankan tetap sebesar 6% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) 84-94%

Intermediasi meningkat dengan risiko terjaga. “Bank Indonesia mencatat sampai Februari 2023 kredit masih tumbuh 10,64% dan DPK (Dana Pihak Ketiga) tumbuh 8,18%,” terang dia. 

Kredit perbankan menunjukkan pemulihan dengan pertumbuhan terus meningkat sejak posisi terendah pada periode pandemi.

Mengikuti capaian tersebut, Dana Pihak Ketiga di perbankan cenderung menurun sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit. Sedangkan, penyaluran kredit berhasil dijaga dengan NPL 2,58% pada Februari 2023. 

Bank Indonesia berkomitmen mendukung pemulihan ekonomi dengan memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas, penyalur KUR dan kredit UMKM serta sektor hijau. 

Ketentuan dari penyempurnaan insentif Giro Wajib Minumimim (GWM) adalah reklasifikasi 46 subsektor prioritas pada tiga kelompok sektor usaha. Meliputi kelompok berdaya tahan (resilience), kelompok penggerak pertumbuhan (growth driver) dan kelompok penopang pemulihan (slow starter) paling besar mencapai 1,5%.

Dia melanjutkan, bank penyalur KUR dan kredit UMKM maksimal 1%. Langkah ini diambil guna mendorong intermediasi UMKM rasio pembiayaan inklusif makroprudensial

Sedangkan pemberian insentif terhadap kredit/ pembiayaan hijau, meliputi kendaraan dan properti/ perumahan berwawasan lingkungan paling tinggi sebesar 0,3%. 

“Mulai berlaku pada April ini memperkuat kebijakan makroprudensial termasuk memberikan intensif bagi bank yang menyediakan penyaluran kredit atau pembiayaan hijau seperti otomotif dan perumahan berwawasan lingkungan,” kata dia. 

Bank, kata dia, merupakan kunci keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau. Bank harus meningkatkan porsi kredit hijau guna memenuhi target penurunan emisi karbon. 

“Hal ini diharapkan debitur bank akan melakukan penyesuaian proses bisnis, investasi hijau atau membeli kredit karbon untuk mendapatkan pembiayaan lebih kompetitif dari bank,” terang dia. 

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra mengungkapkan, BI Jateng turut mendorong terwujudnya keuangan hijau termasuk mendukung dari sisi produsen. 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra.

“Kita mengharapkan terciptanya green economy yaitu UMKM mengembangkan produk tidak merusak manusia dan lingkungan serta menggunakan daur ulang,” terang dia. 

Pihaknya menggandeng dinas terkait turut mengembangkan potensi UMKM menuju arah tersebut. Diantaranya pendampingan, on boarding hingga memfasilitasi e-commerce

“Di Jateng ada ribuan UMKM mendaftar namun baru 300-an yang bisa disebut green economy. Kami terus berupaya karena mengikuti trend ekonomi global menuju circular economy,” terang dia.