Muncul Wacana Megawati Perlu Turun Gunung di 2024, Pengamat : Beliau Ibu Bangsa

Di tengah spekulasi siapa yang akan diusung sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), muncul wacana Ketua Umum PDI-P perlu turun gunung di 2024 agar soliditas partai terjaga. 


Kalau Megawati Soekarnoputri maju, silang pendapat di partai berlambang banteng moncong putih bakal selesai karena semua akan tegak lurus, namun pakar politik dan pemerintahan berpendapat Megawati Soekarnoputri lebih pas sebagai Ibu Bangsa.

Menanggapai hal tersebut, Ketua DPD PDI-P Jawa Tengah Bambang Wuryanto berpendapat wacana yang berkembang tidak bisa diatur-atur dan dilarang. 

Namun bagi semua kader dan fungsionaris di PDI-P tidak ada kata lain kecuali bersikap tegak lurus pada keputusan ketua umum. 

“Bagi kami para kader dan fungsionaris, sesuai keputusan Kongres tentang siapa yang akan diusung sebagai Capres dan Cawapres PDI-P adalah hak prerogatif Ketua Umum,” ujar sosok yang dikenal dengan nama Bambang Pacul, Selasa (27/12/2022).

Sementara itu pakar politik dan pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (FISIP Undip), Dr. Teguh Yuwono S, M. Pol. Admin, berpendapat bahwa tahun 2024 bukan waktunya lagi Megawati turun gunung, apalagi sampai dimajukan sebagai Capres. 

“Saya kira jika Bu Mega maju Pilpres akan disayangkan banyak orang, terutama para pemilih dan generasi muda. Karena beliau itu kan tokoh bangsa, ibu bangsa. Saya kira sudah tidak waktunya lagi beliau untuk turun maju dalam Pilpres,” kata Teguh Yuwono.

Menurut Teguh, selain sudah tidak waktunya lagi, turun gunungnya Megawati Soekarnoputri di ajang Pemilu 2024 justru akan menurunkan kewibawaannya sebagai ibu bangsa dan sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia. 

Teguh Yuwono mengatakan, jika toh Megawati maju dalam bursa capres Pemilu 2024, itu pun kemungkinan karena suatu sebab. 

"Saya melihat kalau Bu Mega sampai maju, saya lihat mungkin karena suasana yang mentok di PDI-P. Karena mungkin persaingan antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang begitu ketat. Tapi ini saya kira tidak bagus untuk regenerasi dan demokratisasi ke depan,'' jelasnya.

Teguh tidak menafikan trend munculnya pemimpin senior di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Malaysia dan beberapa negara lainnya. 

Namun dia mengkhawatirkan jika terjadi di Indonesia akan berdampak kurang baik terhadap regenerasi dan demokrasi.

Dia mengkhawatirkan kalau itu terjadi, akan muncul pernyataan-pernyataan yang kurang pas.

"Ini orang akan berkata, kalau begitu Susilo Bambang Yudhoyono bisa maju lagi, Megawati maju lagi, Amien Rais maju lagi, jadi tokoh-tokoh senior lagi yang muncul ke permukaan. Sementara pasca Jokowi, kan banyak tokoh-tokoh muda, ada Ridwan Kamil, ada Puan, ada Ganjar. Tinggal bagaimana sekarang mendinamisasi proses-proses itu sehingga mengerucut pada tokoh-tokoh yang memang diharapkan masyarakat berdasarkan survei dan kecenderungan di dalam partai politik," tambah Teguh.

Karena itu, dia berharap dinamika yang berkembang di PDI-P sebagai partai yang bisa mengusung sendiri Capores dan Cawapresnya dikelola dengan baik sehingga proses penjaringan calon bisa mengerucut. 

"Selama belum ada keputusan, spekulasi akan terus ada,” tukasnya.