Pakar Hidrologi Unsoed : Banjir Rob Akan Jadi Fenomena Abadi di Pesisir Utara Jawa

Pakar Hidrologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Yanto, PhD menyatakan, banjir rob bukan fenomena baru di pesisir Utara Jawa. Kejadian ini telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau hingga kini. Yang baru adalah intensitas dan ketinggian banjir rob yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.


“Ada beberapa faktor yang menyebabkan intensitas dan ketinggian banjir rob terus meningkat. Dan jika faktor-faktor tersebut tidak dikendalikan, maka banjir rob akan menjadi fenomena abadi di pesisir utara Jawa,” kata Yanto yang juga dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed yang dihubungi, Kamis (26/5/2022).

 

Yanto menyebut, banjir rob terjadi di Kota Semarang, Kota Tegal, (Kota dan Kabupaten) Pekalongan, Demak, Pati, dan Rembang. Selain itu, banjir rob terjadi di pesisir utara Jawa Timur, seperti Tuban dan Lamongan. Sedangkan banjir rob di Semarang diperparah dengan jebolnya tanggul. “Terjadinya banjir rob tersebut, diperkirakan adanya pasang air laut dan gelombang tinggi melanda sejumlah wilayah di pesisir utara Jawa, “ katanya.

 

Lulusan Doctor of Philosophy, Civil Environmental and Architectural Engineering, University of  Colorado at Boulder, USA itu menjelaskan, setidaknya ada empat faktor utama yang memungkinkan abadinya banjir rob di pesisir Jawa. Pertama, fenomena pasang surut yang merupakan siklus 15 harian akibat interaksi bulan dan bumi. Jika terjadi pasang naik, maka air laut akan masuk ke daratan dan menyebabkan banjir rob. Kedua, meningkatnya debit banjir pada muara sungai-sungai besar di pesisir utara Jawa akibat hujan deras dan rusaknya kawasan hulu di beberapa daerah aliran sungai di Jawa sebagai konsekuensi berubahnya tata guna lahan dan menurunnya fungsi konservasi lingkungan.

 

Ketiga, fenomena perubahan iklim yang telah ditandai dengan meningkatnya frekuensi kejadian hujan ekstrim, yaitu hujan dengan intensitas yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah hujan ekstrim sebesar 377 mm pada awal tahun 2020 di Jakarta. Keempat, turunnya permukaan tanah pesisir akibat pengambilan air tanah secara berlebihan sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan air domestik menggunakan air permukaan.

 

“Berapa faktor tersebut di atas tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Pasang surut misalnya. Namun, sebagian besar faktor tersebut dapat dikelola dan direncanakan upaya perbaikannya. Bahkan, ada beberapa faktor yang munculnya merupakan akibat dari ulah manusia. Perubahan tata guna lahan contohnya,” katanya.  

 

Yanto menjelaskan, untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali banjir rob di pesisir utara Jawa, faktor-faktor tersebut harus dikelola sebagai bagian dari upaya mitigas bencana banjir rob. “Sebagai misal, banjir daratan yang berasal dari daerah aliran sungai dapat dikelola dengan beberapa upaya seperti konservasi daerah aliran sungai di bagian hulu, pembangunan bendung dan waduk pengendali banjir di sepanjang aliran sungai dan konservasi air tanah di wilayah perkotaan,” kata Yanto yang menempuh S-2 Master of Science in Engineering, Civil and Environmental Engineering University of  Michigan, Ann Arbor, Michigan, USA.

 

Turunnya muka tanah, lanjut Yanto,  dapat dikelola dengan cara mengendalikan pengambilan air tanah melalui beberapa instrumen hukum dan kebijakan, memaksimalkan peran perusahaan air minum untuk memenuhi kebutuhan air seluruh masyarakat agar masyarakat tidak lagi mengambil air tanah melalui sumur dan pengisian kembali air tanah menggunakan sumur resapan dan biopori.

 

“Perubahan iklim, meski terjadi secara global, kita dapat berkontribusi untuk mengelolanya. Penyebab utama perubahan iklim adalah naiknya suhu muka bumi secara konsisten dalam beberapa dekade terakhir. Upaya besar yang sedang dilakukan adalah menekan laju emisi karbon hingga level tertentu sehingga kenaikan suhu dapat dikendalikan sesuai target pada tahun 2050. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain, mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil melalui penggunaan transportasi publik, mengelola penggunaan listrik secara bijak, penghijauan kembali dengan taman-taman baik skala publik maupun rumah tangga,” jelas Yanto.

 

Yanto menambahkan, berbagai upaya di atas memerlukan keterlibatan banyak pihak dan banyak sektor. Oleh karenanya, peran pemerintah menjadi sangat penting untuk merencanakan dan mengkoordinasikan upaya terpadu mitigasi bencana banjir rob. Sayangnya, melihat apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, kita perlu pesimis bahwa upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu yang dekat.

 

“Oleh karenanya, diperlukan peran masyarakat, terutama masyarakat akademik untuk mendorong pemerintah agar lebih serius melaksanakan upaya mitigasi bencana banjir rob. Selain itu, masyarakat akademik juga harus melakukan edukasi kepada masyarakat agar memiliki kesadaran pentingnya turut serta dalam upaya mitigasi bencana. Sebab jika tidak, banjir rob akan benar-benar abadi, “ tambah Yanto yang mempunyai pengalaman dalam forum internasional dengan mengunjungi negara-negara India, Singapore, Jordan, Jerman, USA, dan Austria.