PBB Kembali Bersengketa Dengan KPU

Untuk kedua kalinya dalam proses pendaftaran calon peserta Pemilu 2019, Partai Bulan Bintang (PBB) kembali bersengketa dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Sengketa kali ini terkait dengan ditolaknya verifikasi berkas bakal calon anggota DPR RI di 21 Daerah Pemilihan (Dapil), dari 80 Dapil yang didaftarkan PBB ke KPU pada hari terakhir pendaftaran tanggal 17 Juli 2018 yang lalu.

Pada hari terakhir pendaftaran, PBB telah menyerahkan berkas bakal bacaleg di 80 Dapil di seluruh wilayah Indoneisa. Semua persyaratan sudah lengkap kecuali halaman 1 dan 2 halaman data cetak di 21 Dapil karena kesulitan mencetak dari data yang sudah diisi di dalam Sipol milik KPU.

KPU meminta agar pencetakan dilanjutkan dan diserahkan hard copy sebelum jam 24.OO tanggal 17 Juli 2018. Namun web KPU selalu up and down, membuat proses pencetakan ke dalam hard copy menjadi terlambat. Karena kesulitan teknis penyerahan itu terlambat 20 menit, yakni pukul 24.20 WIB, ketika hari sudah memasuki tanggal 18 Juli 2018.

"Nah, kalau PBB sekecil apapun masalah langsung ditolak dan langsung dipublikasi ke publik terutama oleh Komisioner KPU Ilham Saputra. Entah apa dosa kami kepada Komisioner KPU yang satu ini, kami pun tidak tahu," kata Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, Kamis (26/7), dikutip dari Kantor Berita RMOL

Keterlambatan menyerahkan data cetak (hard copy) ini menyebabkan KPU menolak untuk melakukan verifikasi di 21 Dapil, meskipun PBB telah memasukkan seluruh data softcopynya ke dalam Sipol KPU.

Padahal, jika hard copy dicetak sendiri tanpa harus mencetak dari data yang dimuat di Sipol, keterlambatan itu dipastikan tidak akan terjadi. KPU seperti sengaja membuat aturan berbelit-belit tanpa mau menyadari bahwa sistem IT mereka sejak awal bermasalah.

"Keterlambatan 20 menit menyerahkan hard copy, sementara soft copy-nya sudah lengkap semua menyebabkan 21 Dapil tidak bisa ikut pemilu, menurut Ketua Umm PBB Yusril Ihza Mahendra adalah tindakan yang keterlaluan, tidak adil dan tidak manusiawi," ujarnya.

Dia menyebutkan, hanya norma UU yang bisa menyatakan parpol bisa ikut pemilu atau tidak. Hal itu sama sekali bukan domain Peraturan KPU yang hanya mengatur soal teknis belaka.

Yusril menambahkan dari berbagai informasi yang diperoleh, beberapa partai sama-sama menghadapi masalah ketika mendaftar di KPU. Ada berkas yang belum ditandatangani oleh pimpinannya, ada data yang tidak lengkap, bahkan ada dua kepengurusan dari satu partai yang sama-sama mendaftar ke KPU. Tapi tidak terdengar ada masalah yang terpublikasi ke publik.

Hari ini (26/7), berkas sengketa PBB sudah lengkap didaftarkan ke Bawaslu RI. PBB tengah menunggu panggilan mediasi dari Bawaslu. Jika mediasi gagal, pemeriksaan sengketa dilanjutkan. Jika nantinya tidak puas dengan putusan Bawaslu, PBB bisa membawa masalah ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

"Saya pribadi sebenarnya sudah tidak ingin perkara terus melawan KPU. Saya ingin masalah ini selesai secara bijak. Tetapi komisioner KPU ini selalu arogan,".

Kalau di masyarakat, tambah Yusril, ada orang kaya baru (OKB) yang kelakuannya aneh-aneh, maka dalam politik dan birokrasi ternyata rupanya ada juga Orang Penguasa Baru (OPB).

"Mereka ini begitu menikmati kekuasaan dan selalu mempersulit orang lain. Saya kira ini semacam penyakit jiwa yang perlu diobati," demikian Yusril.