Pelestari Cagar Budaya Salatiga, Satupena Ucapkan Terima Kasih Kepada Slamet Rahardjo

Para pembicara dan moderator dalam bedah buku Cagar Budaya Kota Salatiga dalam Tindak Slamet Rahardjo di Dinpersip Salatiga.
Para pembicara dan moderator dalam bedah buku Cagar Budaya Kota Salatiga dalam Tindak Slamet Rahardjo di Dinpersip Salatiga.

Perkumpulan Penulis Indonesia "Satupena" mengucapkan terima kasih kepada Slamet Rahardjo, pelestari cagar budaya di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Peran Slamet Rahardjo dalam cagar budaya kota Salatiga mengingatkan kita tentang kisah periwayat "Epic of Gilgamesh."


Hal itu dikemukakan Ketua Umum Satupena Pusat Denny JA dalam sambutan tertulis yang dibacakan secara daring oleh Sekjen Satrio Arismunandar pada Peluncuran Literasi Virtual dan Cetak Buku "Cagar Budaya Kota Salatiga dalam Tindak Slamet Rahardjo" di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan setempat, Sabtu (13/8).

Denny mengatakan, "Epic of Gilgamesh" peninggalan sastra paling tua dalam sejarah. Epik ini ditulis sekitar tahun 2100 sebelum Masehi. "Epic of Gilgamesh" sudah dilahirkan 4000 tahun lalu, lebih tua seribu tahun dibandingkan kitab suci Torah bangsa  Yahudi, 2100 tahun sebelum Injil, dan  2700 tahun sebelum Alquran.

"Sejak ditemukan oleh arkeolog Hormudz Rassam di tahun 1853, epik ini disimpan saja di British Museum," ujarnya seraya menambahkan, adalah Geoge Smith yang membuat "Epic of Gilgamesh" ini lebih dibicarakan. George Smith seorang ahli budaya kuno Mesir dan peradaan Asyiria," kata Denny, dalam siaran pers, Minggu (14/8).

Di tahun 1873-1875, demikian Denny, George Smith berhasil memecahkan kode bahasa dan menerjemahkan sebuah kisah dalam "Epic of Gilgamesh" itu. Ternyata itu adalah kisah banjir besar mirip kisah Nabi Nuh.

Menurut Denny, kisah ini sudah tertulis 1000 tahun sebelum kisah Nabi Nuh yang diceritakan pertama kali dalam sejarah di Torah. Perbedaannya tokoh utama yang menyelamatkan hewan dan manusia dalam perahu itu tidak bernama Nabi Nuh. Namanya Utnapishtim. Banjirnya pun lokal saja, bukan banjir bandang yang melanda seluruh dunia.

Denny menuturkan, Slamet Rahardjo juga seorang periwayat tradisi. Ia merekam, menuliskan, dan meriwayatkan  Kota Salatiga sejak dulu. Kita berutang budi kepada Slamet Rahadjo. Siapapun di masa kini dan masa depan yang ingin  lebih mengenal Kota Salatiga disediakan referensinya oleh Slamet Rahardjo.

Denny juga memberikan apresiasi kepada Esthi Susanti Hudiono MSi, yang menjadi kurator dan penulis. Esthi Susanti merekam dan membukukan tindak Slamet Rahardjo dalam literasi digital dan cetak Cagar Budaya Kota Salatiga.

Dalam kegiatan yang dipandu oleh Sekretaris II Satupena Jawa Tengah Fitri Astuti Lestari itu, Esthi Susanti Hudiono sebagai kurator dan penulis buku mengatakan, kegiatan ini merupakan kolaborasi beberapa pihak untuk mewujudkan karya sosial bersama. Biro Pengembangan dan Mobilisasi Sumber Daya Universitas Kristen Satya Wacana mengajak Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga, serta Satupena Jawa Tengah untuk bekerja sama menerbitkan buku "Cagar Budaya Kota Salatiga dalam Tindak Slamet Rahardjo"

"Kegiatan ini bertujuan meluncurkan program baru berbasis perpustakaan daerah Kota Salatiga, menampilkan tokoh setempat, Slamet Rahardjo, yang dikemas secara cetak dan virtual. Diberi tanggapan dan respon dari pihak-pihak yang relevan dan kredibel," ujar Ketua Bidang Nonfiksi Satupena Jateng ini.

Mengutip jurnalis Australia, Duncan Graham, Esthi mengatakan, peradaban Barat dibangun oleh literasi. Setiap kota ada perpustakaan yang bisa diakses oleh siapa pun. Cakrawala berpikir, bersikap, dan bertindak masyarakat dibuka oleh buku yang dibaca.

Pembantu Rektor IV UKSW Joseph Ernest Mambu menambahkan, Slamet Rahardjo adalah alumnus UKSW yang tidak saja berandil dalam membesarkan almamaternya. Ia juga menjembatani sejarah peradaban dan kemanusiaan atau humanitas di Kota Salatiga.

Dewan Pakar Satupena Jateng Dr. Muhammad Abdullah memuji Slamet Rahardjo sebagai insan multitalenta yang luar biasa aktivitas dan gerak langkahnya. Selain itu, kepedulian dan kepekaannya terhadap budaya, artefak kuno, musik, dan fotografi, patut kita puji.

"Slamet Rahardjo tokoh teladan bagi kalangan milenial dan aktivis politik pada masanya. Ketokohan seseorang akan dilihat dari kiprah dan jejak tindakannya. Baik pemikiran, karya, maupun aktivitas sosial-politiknya," tandasnya.

Kegiatan yang dibuka Pj. Walikota Salatiga Sinoeng N. Rachmadi itu juga menampilkan pembahas Prof. Dr. Wasino dari Universitas Negeri Semarang dan Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga Jarwadi.