Pelurusan Sejarah Bagian dari Penghargaan Kita terhadap Perjuangan Para Pahlawan

Upaya meluruskan sejarah dari mitos adalah wujud penghargaan kita sebagai anak bangsa terhadap para pahlawan yang telah berkorban merebut kemerdekaan.


"Fort Amsterdam ini bukti dari gigihnya perlawanan masyarakat Hitu di Ambon dalam melawan penjajah Belanda. Kerajaan Hitu juga pernah bersama Ratu Kalinyamat dari Jepara, melawan Portugis saat berusaha menguasai Nusantara," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci dalam acara Monolog dan Diskusi Buku: Kepak Cinta Pengawal  Langit-Pentingnya Keberanian Bangsa Melawan Sebuah Dusta dan Kebohongan, di Fort Amsterdam, Leihitu, Maluku, Jumat (5/11).

Hadir dalam acara tersebut Irjen. Pol. (Purn) Prof. Drs. Murad Ismail, S.H.M.H (Gubernur Maluku), Prof. Dr. Aholiab Watloly S.Pak, M.Hum

(Guru Besar Universitas Pattimura Ambon), Dr. Connie Rahakundini Bakrie (Analis Militer dan Pertahanan), Bara Pattyradja (Penyair Indonesia), Luthfi Assyaukanie, PhD (Dosen Universitas Paramadina) dan Diskah Resha Putra, S.T., M.Han (Vice President Oic Youth).

Namun, ujar Lestari, Ratu Kalinyamat dari Jepara selama ini dianggap sebagai legenda dan ratusan tahun diberi image negatif oleh publik dengan selalu mengedepankan Ratu Kalinyamat sebagai pendedam dan ratu yang menghalalkan segala cara dalam memerangi musuhnya.

Padahal, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, pada penelitian dua tahun terakhir oleh Pusat Kajian Ratu Kalinyamat yang dipimpin oleh Prof Ratno Lukito, telah ditemukan bukti-bukti primer yang menguatkan fakta bahwa Ratu Kalinyamat adalah penggagas konsep poros maritim di Nusantara, lewat pembentukan aliansi dengan sejumlah kerajaan dari Aceh sampai Hitu di Ambon dalam melawan penjajah Portugis.

Menurut Rerie, fakta-fakta sejarah yang ditemukan tersebut harus menjadi pengetahuan masyarakat luas agar sejarah bangsa ini dapat dipahami dengan baik, sekaligus meluruskan sejumlah fakta yang terdistorsi oleh legenda dan mitos yang berkembang selama ini.

Upaya tersebut, tegasnya, merupakan bagian dari cara anak bangsa menghormati pengorbanan para pejuang dalam merebut kemerdekaan.

Pada kata sambutannya, Gubernur Maluku, Murad Ismail menegaskan Fort Amsterdam, di Leihitu, Maluku adalah tempat bersejarah yang harus dipahami oleh generasi muda, bahwa kemerdekaan negeri ini sudah diperjuangkan secara bersama-sama oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara pada masa lalu.

Karena itu, jelas Murad, di masa kemerdekaan ini para generasi muda juga harus secara bersama-sama membangun negeri.

Guru Besar Universitas Pattimura Ambon, Aholiab Watloly berpendapat, buku Kepak Cinta Pengawal Langit-Pentingnya Keberanian Bangsa Melawan Sebuah Dusta, karya Dr. Connie Rahakundini Bakrie ini mengajak pembacanya untuk mengenal Nusantara ini dengan cinta.

Buku ini, jelas Aholiab, juga mengungkapkan bahwa di Nusantara ini banyak memiliki pejuang perempuan yang ikut ambil bagian dalam merebut kemerdekaan, karena cintanya terhadap tanah air. 

"Dalam buku ini pembaca diberi pesan bahwa cinta itu harus diperjuangkan, tanpa perjuangan cinta hanya isapan jempol belaka," ujarnya.

Dosen Universitas Paramadhina, Luthfi Assyaukanie berpendapat, buku ini berbicara tentang cinta, para pejuang perempuan dan sejarah Nusantara di masa lalu.

Menurut Lutfy, ramuan tema tersebut merupakan cara penyajian yang cukup menarik bagi pembaca. Apalagi, ujarnya, dalam buku tersebut juga tertuang  ide-ide besar dan catatan kejayaan sejarah Nusantara di masa lalu.

Vice President Oic Youth, Diskah Resha Putra menilai buku karya Connie ini banyak memuat catatan sejarah dan sepak terjang pejuang perempuan yang belum banyak diketahui oleh masyarakat, seperti antara lain Raru Shima dan Ratu Kalinyamat.

Lebih jauh, jelasnya, buku ini juga mengulas masalah-masalah pertahanan negara yang sangat penting untuk diketahui generasi muda.

Sebagai anak muda, menurut Diskah, kita harus memahami besarnya pengorbanan para pejuang di masa lalu. 

"Tanpa andil para pejuang, kami sebagai generasi muda tidak ada di sini," pungkasnya.