Defisit neraca transaksi berjalan yang dialami Indonesia di
kuartal II tahun 2018 ini mencapai 13,7 miliar dolar AS. Hal itu
membuat kondisi perekonomian nasional bergejolak, ditambah dengan
memburuknya faktor global.
- Literasi Rendah, Masyarakat Mudah Terjerat Investasi dan Pinjol Ilegal
- Lima Tahun Berturut-turut Kelola Jam Kerja Selamat, Pertamina Jawa Bagian Tengah Raih Penghargaan Soebroto Award 2021
- Pembangunan Kota Semarang Jadi Magnet Investor
Baca Juga
Atas hal tersebut, tim ekonomi pemerintah yang dikomandoi Menko Prekonomian Darmin Nasution terus berupaya menahan laju defisit itu dengan berbagai cara.
"Neraca pembayaran kita dianggap rawan. Karena itulah kita ingin agar kembali balance," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (5/9).
Menurut dia, tindakan-tindakan untuk memperkuat devisa banyak ragamnya. Mulai dari menggenjot pariwisata, memperkuat industri dalam negeri hingga memberlakukan PPH 22 untuk barang impor.
Selain itu, dengan menekan laju impor, SMI biasa disapa, menegaskan perlunya memproduksi barang substitusi khususnya di sektor migas.
"Tadi Pak Menko sudah melaunch B20, sehingga devisa yang keluar untuk impor migas bisa kita konversi menggunakan CPO," terangnya.
Upaya lain untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan, pemerintah juga menggunakan PPh Pasal 22 guna mengatur laju impor.
"Pemerintah all out gunakan seluruh instrumen, baik fiskal, perdaganagan, pariwisatan maupun kemampuan industri dalam negeri," tandasnya.
- Pemilu Usai, Harga Beras Kembali Naik
- 1.583 Buruh Pabrik Rokok di Kota Semarang Terima Bantuan Langsung Tunai
- BI Dukung Pembangunan Energi dan UMKM Rendah Karbon di Jateng