Menengok Kemiskinan di Jateng Jelang Debat Pilpres, Pengamat : Tak Turun Signifikan

Nenek Warsinah asal Brebes yang tinggal sendiri dievakuasi ke Panti Jompo. Dok
Nenek Warsinah asal Brebes yang tinggal sendiri dievakuasi ke Panti Jompo. Dok

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Setia Budi Solo, Yulianto menyebut, Jawa Tengah masih terseok-seok menyelesaikan masalah kemiskinan dalam sepuluh tahun terakhir.


Sejak Ganjar Pranowo menahkodai Jateng, pada Maret 2013 ada 4,73 juta penduduk miskin, sedangkan 10 tahun kemudian pada Maret 2023, penduduk miskin masih 3,79 juta orang. Penurunan jumlah penduduk miskin di bawah target Ganjar 10 persen. 

"Yang miskin masih miskin. Kemiskinan di Jateng masih sama saja dari periode lalu sampai sekarang. 2022 ke 2023 hanya turun 0,16 perssn. Tak turun signifikan," katanya, Selasa (16/1).

Data kemiskinan dipegang pemerintahan di era Ganjar Pranowo seharusnya langsung ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan. Terlebih Ganjar memimpin Jawa Tengah selama dua periode, 2013-2023.

Ada 10 kabupaten/ kota dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Jateng pada Maret 2023. Meliputi mulai Kebumen 16,34 persen, Brebes 15,78 persen, Wonosobo 15,58 persen, hingga Sragen 12,87 persen dan Klaten 12,28 persen.

"Sudah tahu datanya kemiskinan masih tinggi, ya sinkronkan. Langsung datangi lokasi. Berikan stimulan. Selain pak Ganjar, para elite partai politiknya juga bisa melakukan hal sama seperti itu," terang dia.

Namun, ia melihat hal itu tidak dilakukan. Akhirnya, blusukan Ganjar digaungkan selama memimpin Jateng hanya sekadar slogan.

Warga miskin bertempat tinggal kurang layak dan tanpa pekerjaan mapan masih ada saja, seperti halnya viralnya potret kemiskinan dialami nenek Kaswiyah (79) di Desa Karangmalang, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes beberapa waktu lalu.

"Fakta di tiap desa begitu. Rumah tidak layak huni, sulit hidup sehari-hari dan pengangguran tinggi. Itu jadi salah satu indikator kemiskinan itu di Jateng yang masih ada," ungkap dia.

Dalam penelitian dikerjakannya, Jawa Tengah tertinggal dibanding Jawa Barat, Jawa Timur dan DIY dalam mengentaskan kemiskinan dan menaikkan taraf hidup masyarakatnya. Hal itu tak lepas dari kurang seriusnya kepala daerah dalam menyinkronisasi program dengan realitas di lapangan.

Menuju Jawa Tengah madani, menurutnya kondisi sekarang masih jauh panggang dari api. Banyak pekerjaan rumah (PR) tak tuntas selama Ganjar 10 tahun memimpin Jateng.

Statistik merilis Jateng menjadi provinsi paling miskin kedua di Pulau Jawa dengan 10,77 persen atau turun dari 10,98 persen pada September 2022. Tercatat, jumlah penduduk miskin di Jateng 3,9 juta orang atau bertambah dari 3,8 juta orang pada September 2022.

Data BPS Jateng hingga bulan Februari 2022 angka pengangguran di Jateng naik 70 ribu orang atau sekitar 6,26 persen. Di mana hingga Februari 2022 ada 1,19 juta penduduk di Jateng menganggur.

Sedangkan pada bulan sama tahun 2021 pengangguran di Jateng 1,12 juta orang.

Ia juga mengkritisi paket bantuan salah sasaran. Program Keluarga Harapan (PKH), rehab rumah tidak layak huni (RTLH) dan elpiji untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih dikeluhkan pendistribusiannya di Jateng.

"Jateng belum menunjukkan kinerja bagus selama kepemimpinan pak Ganjar. Perlu diperbaiki data sasaran program agar tak salah sasaran," kata dia.

"Kemudian kemiskinan di Jateng masih jadi masalah klasik," tutur dia.