Pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan di 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota) dengan diikuti 735 pasangan calon, tidak signifikan mendongkrak konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi.
- 10 Kabupaten di Jateng-DIY Jalani Pencocokan Data LPG 3 Kg Gelombang Terakhir
- Dandangan, Warisan Sunan Kudus Sukses Dongkrak Perekonomian Warga
- Rhenald Kasali Sebut Pandemi Munculkan Ledakan Mengubah Ekonomi
Baca Juga
Pilkada serentak 2020 yang dilaksanakan di 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota) dengan diikuti 735 pasangan calon, tidak signifikan mendongkrak konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang lewat keterangan persnya, Rabu (9/12), mengatakan pilkada serentak sebelum munculnya pandemik Covid-19, umumnya mampu menggerakkan ekonomi di daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
"Karena tahapan pilkada diramaikan dengan kampanye terbuka yang secara langsung disana terjadi transaksi bisnis seperti belanja atribut kampanye, pembuatan baliho, spanduk, umbul-umbul, banner, kaos, topi, sticker dan lain-lain dan di sana ada keterlibatan pengusaha lokal seperti EO yang mengatur pembuatan panggung hiburan, sewa tenda, kursi, sound system, keyboard, artis dan banyaknya UMKM yang berjualan makanan dan minuman ketika ada pengumpulan massa," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta ini dikutip dari Kantor Berita RMOL.
Hal itu menurutnya, menambah omzet UMKM di daerah yang berkontribusi terhadap naiknya transaksi bisnis dan konsumsi rumah tangga.
Sarman mengurai jika dalam kondisi normal dengan peserta pilkada mencapai 735 paslon, dan jika paslon memiliki biaya kampanye paling sedikit Rp1 miliar maka perputaran uang bisa mencapai Rp735 miliar, maka hal itu merupakan jumlah minimal, dan dinilainya wajar bisa mencapai Rp5 triliun jika melihat karateristik daerah masing-masing.
"Jumlah ini sangat signifkan menggerakkan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional. Namun pilkada serentak tahun ini tidak dapat memberikan dampak ekonomi tersebut di atas karena keterbatasan ruang kampanye yang berpedoman terhadap protokol kesehatan," katanya.
Sarman menambahkan pelaksanaan tahapan pilkada serentak tahun ini banyak diramaikan via sosmed dan virtual sehingga transaksi ekonomi sangat minim terjadi. Para pasangan calon lebih banyak berbelanja alat alat kesehatan seperti handsanitizer, masker dan lain-lain untuk dibagikan ke masyarakat, sedangkan atribut lainnya sekalipun dibelanjakan namun sangat minim.
"Pilkada tahun ini bisa disebut pilkada paket hemat, para paslon sangat membatasi belanja kampanye mungkin juga karena keterbatasan dana karena tidak mendapat support dari pelaku usaha karena terdampak pandemik Covid-19," tuturnya.
Sarman juga menyinggung perihal dana kampanye yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp20 triliun. Perputaran dana tersebut, kata Sarman, sangat terbatas karena dipakai untuk pengadaan surat dan kotak suara,peralatan kesehatan dan berbagai persiapan pilkada lainnya.
"Hanya sedikit yang sampai ke tangan warga berupa honor para petugas KPPS, sehingga tidak signifikan dampaknya terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga," tutupnya.
- Boarding Tiket KA Face Recognition Mulai Diberlakukan di Solo Balapan
- Mahendra Siregar: Stabilitas Sistem Keuangan Masih Terjaga Ditengah Tingginya Inflasi Global
- 50.828 Buruh Rokok di Kudus Diguyur Duit Rp600 Ribu