Proyek Jembatan Kaca Dilanjutkan Tahun 2022, Dewan Minta DED Dikaji Ulang

Proyek pembangunan Jembatan Kaca di kawasan Tinjomoyo yang dinyatakan gagal pada tahun 2021, nantinya akan masuk dalam perencanaan pembangunan yang akan menggunakan anggaran tahun 2022. Gagalnya proyek pembangunan jembatan kaca dengan nilai anggaran sebesar Rp 11 miliar ini karena pemenang lelang tidak mampu menyelesaikan pembangunan sesuai dengan target.


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, juga menilai proytek tersebut gagal karena lelang proyek yang terbilang cukup besar ini baru dilakukan pada bulan Juli 2021, artinya waktu yang dibuituhkan utnuk menyelesaikan pembangunan terbilang cukup pendek.

Wakil Ketua Komisi C, DPRD Kota Semarang, Suharsono meminta dinas terkait untuk mereview ulang Detail Engineering Design (DED) sebelum dilakukan lelang kembali.

"Kami dorong pada tahun 2022 pembangunan jembatan kaca bisa dilanjutkan dan sudah dipastikan dalam anggaran 2022 dan kami meminta perencanaannya harus di kaji lagi sehingga nanti bisa memudahkan dalam metode pelaksanaannya," kata Suharsono, Rabu (8/12).

Pihaknya berharap proyek jembatan kaca bisa dilakukan lelang pada awal tahun 2022, sehingga pembangunannya bisa selesai tepat waktu. Terkait anggaran, Suharsono menyebut dana yang dianggarkan masih sama dengan tahun sebelumnya yakni Rp 11 miliar.

"Tahun depan anggaran masih sama Rp 11 Miliar dan pekerjaannya dari awal karena memang itu progresnya masih 1-2 persen kemarin dan termasuk bukan pekerjaan utama. Harapannya akan dilakukan lelang lagi tapi DED nya direview lagi," jelasnya.

Lebih lanjut, Suharsono mengatakan dalam proyek jembatan kaca pihak Pemerintah Kota Semarang memang belum mengeluarkan sejumlah dana dari APBD kepada rekanan pemenang lelang. 

"Justru pihak rekanan ini yang kena penalti karena jaminan pelaksanaannya dicairkan Pemkot, karena tidak mampu melaksanakan sehingga anggaran jembatan kaca utuh dan kembali ke kas daerah atau tidak jadi dikeluarkan," tuturnya.

Suharsono menyampaikan dengan anggaran yang terbilang cukup besar, seharusnya pilar yang dibuat untuk menopang jembatan adalah tiang pancang dan bukan model sumuran. Pasalnya, debit air dan arus sungai di kawasan tersebut cukup besar ketika memasuki bulan November hingga April.

"Kita berharap nanti pilarnya menggunakan tiang pancang supaya lebih kokoh dan pemasangannya relatif lebih mudah karena kalau sumuran kan itu arusnya sungai kencang terlebih bulan Septembver-April, jadi nanti kurang efektif," ungkapnya.