- Merawat Bahasa Ibu Di Posyandu
- Relevansi Dan Refleksi Sejarah Islam Dan Hukum Islam Abad Ke-14–16 Di Jepara Bagi Masa Kini
- Jalasutera : Sebuah Catatan Filsafat Metafisika Pancasila
Baca Juga
Indonesia memang negara yang istimewa. Saking istimewanya, rakyatnya bisa ribut soal ijazah seseorang yang sudah dua periode jadi presiden.
Padahal, biasanya ijazah dipakai buat ngelamar kerja, ini malah dipakai buat bahan debat nasional. Dan bukan debat soal kurikulum, tapi soal keabsahan kertas yang katanya dilaminating di pinggir jalan. Ini negara atau warung fotokopian?.
Sebetulnya, kita bisa memaklumi kalau ada yang bertanya-tanya soal ijazah. Tapi ketika pertanyaan itu jadi bahan gaduh nasional, muncul satu pertanyaan penting: Apakah negara ini nggak punya bahan ribut lain selain dokumen yang bisa diganti dengan satu scan dan satu klik di CorelDraw?.
Mari kita duduk santai, bikin kopi, dan merenungkan betapa lucunya negeri ini. Sebab kisah ijazah palsu ini bukan sekadar drama pendidikan, tapi juga komedi politik yang layak disandingkan dengan stand-up special Netflix.
Misteri Ijazah dan Teori Konspirasi
Jokowi, anak desa dari Solo yang sukses jadi wali kota, naik level ke gubernur, lalu lompat ke RI-1. Semuanya terlihat lancar. Tapi belakangan, muncul pertanyaan: "Lah, ijazahnya mana?".
Tiba-tiba, sebagian warga +62 berubah jadi detektif dadakan. Mulai dari emak-emak yang biasanya jualan skincare di Facebook, sampai bapak-bapak penghuni grup WA alumni yang hobinya nyebar hoaks, semuanya sepakat bahwa mereka punya misi suci: membongkar keaslian ijazah presiden.
Muncul teori-teori menarik: Jokowi katanya titipan alien. Ada yang bilang dia bukan lulusan UGM, tapi lulusan STM Bangunan yang nyasar.
Bahkan, ada yang bersumpah pernah lihat Jokowi naik Delman ke kampus sambil bawa ijazah dari masa depan. Kalau ini bukan teori konspirasi level tinggi, saya nggak tahu lagi harus percaya apa.
Masalahnya, semakin ditepis, semakin ramai. Semakin dijelaskan, semakin bingung. Dan ketika UGM muncul memberikan klarifikasi, netizen malah bilang: "Itu UGM yang palsu!".
Hah? Kalau begitu, bisa jadi kita semua ini produk dari sekolah-sekolah fiktif. Besok-besok, ijazah TK juga bakal diperiksa keasliannya.
Media Sosial, Surga Kegaduhan
Seperti biasa, media sosial jadi pentas utama. TikTok dipenuhi video-video investigasi amatir—lengkap dengan background music horor. Instagram muncul dengan meme bertema "ijazah palsu detected".
Dan di Twitter (yang sekarang entah kenapa jadi X), semua orang mendadak jadi ahli forensik dokumen.
Lucunya, banyak yang membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah mereka sendiri. "Tuh kan beda font-nya!" kata salah satu akun. Lah, mas, ijazah sampeyan dari akademi bela diri di perumahan, masa mau disamakan sama universitas negeri?.
Dan puncaknya adalah ketika muncul video seseorang membuka ijazah milik Jokowi dan menunjuk-nunjuk dengan gaya sinetron kriminal: "Lihat di sini! Ada kejanggalan!" Padahal kejanggalannya cuma karena watermark kampusnya beda sedikit. Mungkin dia lupa kalau UGM juga manusia. Kadang staff TU-nya bisa salah setting printer.
Serius yang Tidak Perlu
Ironisnya, di tengah kisruh ini, hal-hal yang lebih penting malah sepi perhatian. Data kemiskinan? Biasa. Kualitas pendidikan yang merosot? Nanti dulu. Anjloknya moral aparat? Ah, bukan trending topic.
Tapi soal ijazah? Wah, ini prioritas utama. Pemerintah sampai harus bikin konferensi pers. UGM ikut buka suara. Bahkan ada yang bilang, ini sudah masuk ranah hukum.
Lah, bukannya hukum kita udah cukup sibuk nangkep koruptor? Atau mereka memang sengaja ngasih panggung ke isu ini biar kita lupa sama yang lain?.
Kalau kita jujur, perdebatan ini seperti nonton sinetron yang episodenya sudah ratusan tapi jalan ceritanya muter-muter di situ aja. Muncul tokoh baru: "Saksi mata dari masa lalu!" Lalu disusul: "Surat misterius dari dosen pembimbing!" Astaga. Ini ijazah atau novel detektif?.
Jika Ijazah Jokowi Benar-benar Palsu
Mari kita berandai-andai, walaupun agak absurd. Bayangkan jika ternyata ijazah itu benar palsu. Maka pertanyaannya bukan cuma soal legalitas, tapi soal kemampuan: gimana ceritanya orang dengan ijazah palsu bisa jadi presiden dua periode, bikin jalan tol, mindahin ibu kota, dan ngatur ekonomi?.
Kalau itu terjadi, maka kita punya dua kemungkinan: Pertama. Sistem negara ini memang sangat longgar dan tidak kompeten. Kedua. Atau... dia memang jenius alami yang nggak perlu ijazah.
Tapi kemungkinan ketiga adalah yang paling mungkin: isu ini hanyalah gangguan yang sengaja dibesar-besarkan. Seperti debu yang sengaja ditebar agar rakyat bersin dan lupa kalau sedang lapar.
Drama Pengalihan Isu
Bukan rahasia lagi kalau politik di negeri ini sering penuh drama. Ketika ada isu besar yang mengancam elite, biasanya langsung muncul pengalih perhatian. Entah itu skandal selebriti, atau seperti sekarang: isu ijazah.
Sementara rakyat sibuk membahas apakah huruf di ijazah Jokowi pakai font Times New Roman atau Comic Sans, para penguasa mungkin sedang asyik membagi proyek.
Di ruang rapat yang sunyi, mereka tertawa pelan sambil berkata, "Biarkan rakyat main detektif, kita main anggaran."
Dan seperti biasa, kita semua ikut terbawa. Karena sebagai bangsa, kita memang punya kecenderungan: suka ribut soal hal yang bisa viral, bukan hal yang vital.
Ketika Rakyat Terlalu Banyak Waktu Luang
Mari jujur. Salah satu alasan kenapa isu ini bisa viral adalah karena banyak orang di negeri ini yang kurang kerjaan. Setelah scroll TikTok tiga jam, mereka butuh hiburan baru. Dan apa yang lebih menghibur daripada membongkar teori konspirasi ijazah?.
Satu sisi, ini mencerminkan keaktifan masyarakat. Tapi di sisi lain, juga menunjukkan betapa mudahnya kita teralihkan. Kita seperti anak kecil yang sedang ujian, tapi malah sibuk ngulik kenapa pensil temannya lebih pendek.
Bukannya fokus pada masa depan demokrasi, kita malah sibuk meneliti tanda tangan rektor tahun 1985.
Sandiwara yang Tak Akan Usai
Percayalah, kisah ini belum akan selesai. Akan ada episode baru. Bisa jadi nanti muncul alumni palsu, mantan teman sekelas yang katanya pernah duduk bareng Jokowi tapi ternyata berasal dari semesta paralel. Bahkan mungkin nanti muncul 'dokumen rahasia' yang dikirim dari UFO.
Kita akan terus dipertontonkan drama ini, karena politik di negeri ini lebih menyerupai reality show ketimbang sistem pemerintahan. Bedanya, di reality show, ada eliminasi. Di sini, pemainnya bisa bertahan sampai sepuluh musim walau tidak punya kompetensi.
Humor Gelap dari Negeri yang Bingung
Di tengah semua ini, kita harus belajar untuk tertawa. Karena kalau terlalu serius, kita bisa stres. Maka humor jadi satu-satunya jalan keluar. Seperti kata pepatah lama, “Jika kamu tak bisa mengubah keadaan, setidaknya kamu bisa bikin meme.”
Dan rakyat Indonesia jagonya. Dari editan foto ijazah Jokowi yang diganti dengan ijazah Naruto, sampai video deepfake yang bikin Jokowi jadi murid Hogwarts—semua jadi bahan tawa yang menghibur sekaligus menyentil.
Tawa itu menyembunyikan kegetiran. Bahwa di balik lelucon, ada ketidakpercayaan pada institusi. Bahwa di balik parodi, ada kritik pada sistem pendidikan, hukum, dan politik kita yang makin sulit dipercaya.
Saatnya Mengurus Hal yang Lebih Penting
Kita bisa terus ribut soal ijazah, tapi ada satu hal yang tak boleh kita lupakan: bangsa ini punya masalah lebih besar. Dari korupsi, kesenjangan sosial, pendidikan yang amburadul, hingga demokrasi yang pelan-pelan makin mirip boneka barbie—cantik di luar, hampa di dalam.
Ijazah memang penting, tapi lebih penting lagi adalah karakter, integritas, dan keberpihakan pada rakyat. Dan kalau kita terus sibuk menggosok-gosok kaca spion, kita tak akan pernah maju ke depan.
Jadi, apakah ijazah Jokowi palsu? Entahlah. Tapi yang jelas, drama ini sudah terlalu lama. Dan seperti sinetron yang kehabisan plot, sebaiknya kita ganti channel—menuju masa depan yang lebih waras, lebih adil, dan lebih fokus.
Tamat, tapi bisa sewaktu-waktu disambung lagi jika rame. Karena negeri ini memang seperti sinetron: plotnya nggak habis-habis.
*) Khairul A. El Maliky, pengarang novel, pemerhati sosial dan budaya, esais, dan cerpenis yang telah menulis banyak tulisan di media sosial. Bukunya yang telah terbit berjudul: Akad, Kalam Kalam Cinta dan Pintu Tauhid (2024), Sweet Girl dan Cinta Tapi Beda (2025), Kitab Mengenal Diri yang Sebenarnya Diri dan Gus Dur dan Tuhanpun Tertawa (Segera) yang diterbitkan oleh MNC Publishing. Fb: @Imajinasiku. IG: @Imajinasibuku. No.WhatsApp (admin Imajinasiku): 082141479934.
- Membedah Gaya Komunikasi Presiden RI
- Menggoreng Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ulah Siapa, Untuk Apa?
- Wali Kota Semarang Sekolah Tidak Perlu Pembayaran dari Pemerintah