Sekeping kehidupan masa lampau di Lasem dapat ditilik dari benda-benda peninggalan koleksi keluarga A Soesantio.
- Clorot, Banyak Yang Salah Membuka Bungkusnya Saat Pertama Menikmati
- Historia Sejarah Kretek Kudus Hadir di Festival Literasi Bea Cukai
- Dalam Tradisi Tubo, Ribuan Warga Grobogan Berebut Ikan Di Sungai
Baca Juga
Di kediaman keluarga yang beralih fungsi menjadi Museum Nyah Lasem di Jalan Karangturi V Gang No 2, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Benda-benda yang digunakan oleh Kong Co tersimpan di kamar-kamar rumah dibangun pada 1800.
Suasana Museum Nyah Lasem tampak ramai dibandingkan hari-hari biasa. Kehadiran karya dari fotografer dan warung membuat rumah ini kembali ‘hidup’.
“Kunjungan tiap bulan hanya sekitar 15-20 orang. Tapi kami sedang berencana membuka setiap hari,” ungkap Pendiri Yayasan Lasem Heritage, Baskoro Pop, belum lama ini, di Lasem.
Museum Nyah Lasem sejak awal dibuka tahun 2016 berdasarkan pertemuan terjadwal. Untuk masuk ke museum tidak dikenakan biaya alias gratis. Pop, begitu dia biasa disapa, menyadari, kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi alasan.
Oleh sebab itu, Pop dan teman-temannya di yayasan berencana membuka museum setiap hari. “Museum Nyah Lasem didedikasikan mengingat kembali kehidupan nyonyah-nyonyah Lasem yang pernah tinggal di rumah kuno peranakan di Lasem,” terang dia.
Keseluruhan koleksi berasal dari keluraga keturunan Tio Oen Hien dan Go Radjin Nio sebagai Kong Co dan Mak Co A Soesantio.
Desain rumah keluarga China terdiri dari beranda dengan ciri khas kuda-kuda. Di bagian kanan kiri ditembok dengan pintu atap melingkar. Bangunan utama dengan model rumah panggung berlantai kayu.
Setelah melewati pintu di bagian sisi kanan/ kiri ada ruang tidur. Di bagian tengah antara ke dua kamar untuk meja sembahyang (sekarang sudah tidak ada lagi).
Masuk ke ruang tidur bagian timur, masih tersimpan dokumen perdagangan batik. Kongco Tio Oen Bien adalah pedagang material dunia perbatikan. Sedangkan, Tio Swan Sien (ayah dari A Soesantio) yang mendirikan perusahaan batik.
“Surat dibuat tahun 1910 dalam bentuk tulisan mandarin. Surat masih tersimpan rapi meski sayang belum ada yang menerjemahkan dan huruf sedikit kabur,” ungkap Pop.
Namun sayangnya, usaha batik keluarga tersebut gulung tikar. Di ruang ini ada batik cap milik keluarga yang turut dipajang. Batik yang sempat berjaya di eranya dan buatan tangan dari perajin.
Di kamar sisi lainnya, terdapat peralatan rumah tangga seperti tembor, mesin jahit, tampah, baskom dan lainnya. Di bagian belakang ada koleksi perangko dan uang kuno.
“Keluarga memiliki hobi filateli jadi perangko-perangko masih bisa dilihat generasi masa kini,” ungkap dia.
Demi menarik pengunjung keluarga A Soe San Tio berencana merenovasi bangunan agar semakin menarik dikunjungi. Langkah awal adalah membuka Warung Nyah Lasem sehingga pengunjung bisa leluasa datang.
Kemudian, area di sekitar bangunan utama akan dimaksimalkan. “Harapannya Museum Nyah Lasem menjadi jujugan turis yang ingin mengetahui peradaban kehidupan Lasem di masa lampau,” paparnya.
- Imlek Di Kota Solo Bakal Dimeriahkan Pesta Kembang Api Juga Kirab Barongsai
- Meriahkan Dies Natalis ke 44 UMK, Aksi Kocak Cak Percil Kocok Perut Penonton
- Xodiac, Anggun C Sasmi Hingga Waldjinah, Tampil Memukau Dalam Persembahan dari Solo