Mahkamah Konstitusi (MK) RI beberapa hari yang lalu baru saja memutus hasil judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Kamis (25/11/2021), MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil.
- Cemburu Istrinya Chat-chatan Dengan Pria Lain, Suami Lakukan KDRT
- Ratusan Kali Beraksi, Pencuri Jalanan di Demak Diringkus Polisi
- Herman Herry dan Ihsan Yunus Kembali Jadi Fakta Sidang Vonis Bekas Anak Buah Juliari Batubara, Adi Wahyono
Baca Juga
Putusan tersebut merupakan kali pertama sejak berdiri, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil. Majelis hakim yang dipimpin Ketua MK RI, Anwar Usman, menegaskan UU Ciptaker cacat secara formil sehingga inkonstitusionalitas bersyarat.
Putusan itu dibacakan MK di hadapan para pemohon yang terdiri dari Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said.
Lalu, apa makna sebenarnya dari cacat formil dan inkonstitusional bersyarat yang disebut Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan UU Ciptaker ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini sekaligus mencegah salah tafsir terhadap hasil judicial review UU Ciptaker oleh MK, pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riewanto, angkat bicara.
Dr. Agus Riewanto menjelaskan, proses pembuatan UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional karena tidak sesuai proses pembentukan yang diatur dalam UU No. 11/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah menjadi UU No. 15/ 2019.
“Putusan MK yang mengabulkan permohonan uji formil merupakan yang pertama dalam sejarah permohonan uji formil di Indonesia, karena pada umumnya ditolak oleh MK. Biasanya MK hanya mengabulkan terhadap uji materil, yaitu menguji isi atau norma pasal, ayat, atau bagian dari ayat dari suatu UU yang dianggap bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945) atau inkonstitusional,” ujar Dr. Agus Riewanto, Rabu (1/12/2021).
Dr. Agus Riewanto mengatakan, usai putusan MK dibacakan seharusnya secara materil, baik pasal, ayat, dan bagian dari ayat yang dinyatakan dalam UU Ciptaker dinyatakan tidak berlaku karena proses pembuatannya inkonstitusional.
Kendati demikian, bila dilihat dari amar putusan dan adanya empat dari sembilan hakim MK yang berpendapat berbeda alias dissenting opinion, putusan MK tersebut tampaknya menjadi 'jalan tengah'.
“Tetapi putusan ini membedakan antara proses dan hasil. Sehingga yang dinyatakan oleh amar putusan MK inkonstitusional hanya prosesnya, tetapi UU-nya tetap konstitusional dan berlaku,” tambahnya.
Walaupun putusan MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat atau conditionally unconstitutional, pada dasarnya putusan ini merupakan model yang secara hukum tidak membatalkan dan menyatakan tidak berlaku suatu norma.
Ia menerangkan, putusan ini sesungguhnya menunda pemberlakuan putusannya (limited constitutional) yang pada dasarnya bertujuan untuk memberi ruang transisi aturan yang bertentangan dengan konstitusi untuk tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu.
“Putusan MK ini bersifat final dan mengikat (final and binding) dalam hal UU Ciptakerja berlaku sementara, di mana pemerintah diberi kesempatan untuk memperbaiki selama 2 tahun, jika dalam 2 tahun pemerintah-DPR tidak memperbaikinya maka secara otomatis UU Ciptaker tidak berlaku secara permanen,” ujarnya.
Agar ke depan tidak terjadi lagi proses pembuatan UU yang bertentangan dengan konstitusi, Dr. Agus Riewanto menyarankan pemerintah agar segera melakukan perbaikan proses legislasi.
“Dan, kajian yang mendalam melibatkan ahli hukum di perguruan tinggi dalam tenggat waktu selambat-lambatnya 2 tahun agar UU Ciptaker tidak inkonstitusional karena bertentangan dengan UU No.11 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” pungkasnya.
- Polisi Bekuk Penipu Berkedok Bisnis Jual Beli HP, Korban Dimintai Modal Rp 150 Juta
- Kurang dari 24 Jam, Satreskrim Polres Batang Bekuk Pelaku Sodomi Anak
- Dishub Demak Hentikan Aktivitas Penarikan Parkir di Pasar Tradisional