Tak Tergantung Pupuk Subsidi, Kelompok Tani Albarokah 23 Tahun Pakai Pupuk Organik

ilustrasi pupuk organik. foto: net.
ilustrasi pupuk organik. foto: net.

Kelompok Tani Albarokah di Semarang konsisten menggunakan pupuk organik, sehingga tak tergantung dari pupuk bersubsidi.


 ‘’Selama 23 tahun, kami konsisten menggunakan pupuk organik dan hingga saat ini tidak ketergantungan dengan pupuk kimia sintetik, apalagi yang bersubsidi,’’ tegas Musthofa, Ketua Kelompok Tani Albarokah, Kamis (29/9).

Musthofa menjelaskan, pupuk organik itu dibuat mereka sendiri.  Mereka memiliki pabrik sendiri, yang produknya sudah laku keras dijual di dalam maupun luar negeri.

‘’Sejak 1998, kami buat pupuk organik itu, yang kami budidayakan dan kami aplikasikan dari, oleh dan untuk petani," ungkapnya.

Musthofa mengatakan, banyak sekali manfaat dalam menggunakan pupuk organik, salah satu yang ia rasakan adalah pupuk organik dapat menghilangkan ketergantungannya terhadap pupuk subsidi pemerintah.

"Jadi kami punya teknologi, dan kami bermitra dengan beberapa perguruan tinggi kemudian dari laboratorium untuk bagaimana membuat, memproduksi bagaimana pupuk organik itu standarisasi internasional. Jadi kalau sekarang ada kelangkaan pupuk atau sulit semakin mahal, nah kami 23 tahun sudah tidak merasakan itu. Kami tidak memakai pupuk subsidi dari pemerintah," jelasnya.

Tak hanya itu, lanjut Musthofa, dirinya sebagai Anggota Asosiasi Organik Indonesia (AOI) khususnya di Jawa Tengah telah mengembangkan sekitar 1800 hektare yang menggunakan pupuk organik.

"Ini di kantong-kantong kecamatan, desa, petani sudah menggunakan pupuk sendiri. Dan kami punya alat tester untuk mengukur kesuburannya, pH nya dan ini dimiliki oleh petani," tambahnya.

Mustafa menyarankan, bagi para petani konvensional agar beralih menggunakan pupuk organik, hal ini sangat menjadi solusi bagi ketergantungan pupuk kimia.

"Petani konvensional yang harus beralih ke pupuk organik, ya ini satu-satunya solusi. Tapi Kalau dipetani Albarokah bukan hanya solusi, itu menjadi ideologi di Albarokah, karena sudah 23 tahun tidak memakai pupuk kimia sintetik," katanya.

Saat ditanya mengenai harga produksi, kata Musthofa, tidaklah mahal, apalagi bahan bakunya mudah didapat dan ada disekeliling para petani.

"Ya mahal yang anorganik dong, Wong itu bahan-bahannya organik ada di sekeliling kita. Sekarang itu banyak beberapa dinas, pendes, Bumdes belajarnya ke Albarokah…Mahalnya pupuk kimia sintetik itu sekarang banyak yang mulai beralih. Kalau bahan itu ada di sekitar kita, cuman kita butuh teknologi, butuh inovasi dan  butuh kreativitas," ungkap Musthofa.

Kendati demikian, sambungnya, pemerintah sebenarnya sangat mendukung bagi para petani dalam menggunakan pupuk organik. Salah satunya di Kementerian dengan program Unit Pengelolaan Pupuk Organik (UPPO).

"Ada, pemerintah ya mendukung selalu untuk beralih ke organik,  karena satu, alam ini sudah terlalu banyak rusak karena pupuk kimia sintetik yang di pakai, Pestisida kimia sintetik itu yang merusak alam, tanah tidak gembur lagi ya macem-macem lah, tetapi kan itu beberapa person yang paham tentang organik," pungkasnya.

Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengkampanyekan agar petani menggunakan pupuk organik untuk keberlangsungan aktivitas pertanian berkelanjutan, sehingga terus berproduksi walau dihadapkan tantangan perubahan iklim ekstrim global dan persoalan lainnya. Meskipun tidak dipungkiri sebagian besar petani hingga saat kesulitan butuh dan butuh waktu untuk melakukan peralihan dari pupuk kimia ke pupuk organik.

Padahal, berapa ahli sudah menyarankan penggunaan pupuk organik sebagai salah satu solusi yang dapat memberikan petani banyak keuntungan, disamping dapat menekan biaya, pupuk organik dianggap tidak merusak kesuburan tanah.

Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL)  ingin agar para petani bisa menghasilkan pupuk organik secara mandiri yang kualitasnya bisa lebih baik dari pupuk anorganik saat ini.

“Hasil pertanian non pestisida itu kualitasnya lebih bagus dan pasarnya bisa lebih besar. Pupuk organik itu makin menguntungkan ke depan. Seharusnya petani memang bisa memproduksi sendiri,”  ujarnya.

Selanjutnya, para petani diberi pelatihan oleh para penyuluh pertanian untuk memproduksi pupuk secara baik.

“Tinggal diajarkan bagaimana mengumpul kompos. Itu memang butuh keahlian dan itu peran penyuluh untuk mengajarkan,” tegasnya.