Terus Berlanjut, Kuasa Hukum Korban Salah Akad Kredit Rumah Datangi Kantor Notaris Batang

Kasus salah akad kredit seorang pensiunan polisi, Agustanto warga Kauman Residence, Kabupaten Batang, terus berlanjut. Kuasa hukum korban M Zaenudin dan Didik Pramono mendatangi Kantor Notaris Pongki Sugiarto di Jalan Urip Sumoharjo, Sambong Batang.


Keduanya meminta salinan Akad Jual Beli (AJB) rumah di Kauman Residence. Selain itu juga dokumen pendukung lainnya.

"Selain sudah menjadi hak dari klien kami. SAlinan AJB dan dokumen pendukungnya tersebut bisa dijadikan bukti oleh klien kami, " Zaenudin melalui sambungan telepon, Senin (17/7).

Zaenudin menyebut dalam  lima tahun terakhir ini pihak Kantor Notaris Pongki maupun pengembang perumahan tidak pernah menyerahkan salinan AJB. 

Ia menjelaskan tujuan meminta salinan AJB itu untuk mencocokkan antara pengajuan kredit dan dokumennya. Hasilnya, pihaknya belum bisa mendapatkan salinan dengan alasan akan dicarikan.

"Tadi kami hanya ditemui stafnya Pak Pongki yakni saudara Supri yang berjanji memberikan salinan AJB dan dokumen lain beberapa hari ke depan," terangnya.

Pihaknya menyatakan jika memang  AJB tidak bermasalah, seharusnya kliennya sudah mendapat salinannya sejak 2018. Bahkan, setelah AJB ditandatangani, salinannya bisa langsung diserahkan. 

Awak media pun berusaha mengkonfirmasi kabar itu ke kantor notaris yang dimaksud. Namun, hanya diterima oleh staf notaris.

Staf notaris tersebut beralasan bahwa pimpinannya sedang keluar. Lalu, saat coba dihubungi melalui ponsel belum dijawab.

Kronologi bermula saat Agustanto dan sang istri mencari rumah tinggal. Pasangan suami istri itu pun tertarik melihat rumah di perumahan Kauman Residence.

Awalnya, ia tertarik membeli rumah tipe 50, tapi tidak jadi. Lalu, atas nama istrinya, Sri Budiati (50), keluarganya memilih membeli tipe 45 sesuai kemampuan keuangannya. Ia membeli rumah bernomor D4.

"Saya langsung bayar DP cash Rp 35 juta, " ucapnya.

Agus mulai menaruh rasa curiga ketika pihak pengembang berulangkali minta tambah DP. Berdasarkan perhitungannya, total DP yang dibayarkannya tembus Rp 83 juta.

Ia mengaku tidak mempermasalahkan itu karena ingin segera menempati rumahnya. Apalagi, ia sudah menjual rumah sebelumnya. Hingga akhirnya, ia menjalani akad kredit di BTN dengan cicilan sebesar Rp 2,3 juta per bulan yang cukup besar.

"Cicilan itu tidak sesuai brosur cicilan tipe 45. Lalu saat akad kredit, tidak disebutkan posisi rumah. Saya diam saja,"ucapnya.

Kecurigaannya bertambah karena selama dua tahun lebih, ia tidak menerima dokumen jual belinya. Pihak pengembang sama sekali tidak memberinya dokumen.

Agus pun harus ke notaris hingga diberi salinan dari BTN. Salinan dokumen akad kredit yang diterimanya menyebut dirinya mencicil rumah bernomor C3 yang notabene bertipe 50.  Perbedaan rumah cukup jauh, tipe 50 memiliki dua lantai, sementara 45 hanya satu lantai.