Viral Kasus Pelecehan Santri, DP3AP2KB: Orang Tua Sering Komunikasi dengan Putra Putrinya di Pondok

Ilustrasi
Ilustrasi

Kasus pelecehan seksual di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Demak, terus menjadi sorotan publik.

Tak sedikit yang menyayangkan kasus ini terjadi, terlebih di lingkungan pendidikan agama, dimana banyak orang tua yang berharap anaknya tak sekedar menimba ilmu tapi juga tumbuh menjadi pribadi yang bisa mawas dan kuat serta mandiri sebagai seorang umat manusia.

Menyikapi persoalan ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah Retno Sudewi menilai, anak-anak yang tinggal atau memilih pendidikan di pondok masih menjadi kewajiban orang tua sehingga harus selalu dipantau dengan komunikasi yang baik. 

"Catatan bagi orang tua, jika membiarkan anak-anak tumbuh kembang sendiri di pondok, berarti tega sekali. Anak-anak tetaplah butuh pengawasan, perhatian, dan kasih sayang dari orang tuanya, meski jauh serta tidak bertemu setiap hari. Bisa dengan menjaga komunikasi, atau lebih baik beberapa kali dalam waktu berapa bulan dijenguk agar tau kondisi anak-anak yang sebenarnya," terang Retno, saat dikonfirmasi menanggapi terkait kasus pelecehan puluhan santri di Demak, Jumat (14/6). 

Perhatian dan kasih sayang meski sederhana dalam bentuk komunikasi terjalin baik antara orang tua dan anak tinggal di pondok pesantren, Retno menyebut, mudah digunakan mengetahui perkembangan anak-anak. 

"Anak-anak umumnya tidak mau terbuka dan jujur cerita ke orang tuanya, ada masalah apa selama tinggal di pondok. Jadi, harus inisiatif orang tua komunikasi dengan anak. Pokoknya anak-anak harus dipancing agar terbuka tentang keluhan hidup di asrama atau kegiatan sehari-harinya bisa sekaligus untuk pengawasan," lanjut Retno. 

Atau agar pengawasan semakin lebih maksimal, orang tua dalam waktu beberapa bulan setidak-tidaknya satu semester bisa kunjungan melihat langsung anak-anak di pondok pesantren maupun asrama. 

Orang tua bisa berkoordinasi dengan pengurus pondok serta memastikan perkembangan putra-putrinya anak-anaknya selama berada di pondok atau asrama menempuh pendidikan. 

"Pasti akan lebih mudah dalam memberikan pengawasan anak-anak. Orang tua juga punya kesempatan menjalin hubungan baik dengan pihak pondok dan asrama. Nah, ke depannya tugas orang tua juga bakal lebih mudah bisa memantau anak-anak hanya sekedar komunikasi saja dengan pihak pondok atau pengasuh. Atau malah perhatian semacam itu juga direspon baik oleh mereka, sehingga melakukan hal sama dengan para orang tua lain," jelas Retno. 

Diketahui sebelumnya, seorang tokoh agama di Demak menjadi tersangka kasus pelecehan terhadap puluhan santrinya. 

Pelaku ditangkap polisi atas laporan dugaan pelecehan dari pihak keluarga para korban yang kebanyakan berasal dari luar kota, antara lain Kudus, Jepara, dan Grobogan.

Berdasarkan penelusuran redaksi, kasus ini sudah masuk ke proses hukum dan pelaku pelecehan telah menjalani hukuman di Rutan Demak. 

Dari informasi yang diperoleh di lapangan, pelaku sejak dahulu dikenal keluarganya dan warga sekitar pondok pesantren memiliki kelainan seksual penyuka sesama jenis. 

Namun, kebenaran proses hukum kelanjutan kasus ini sekarang simpang siur. Redaksi pun mencoba untuk mencari informasi lebih lanjut terkait masalah ini.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Satake Bayu, saat dikonfirmasi membenarkan jika kasus tersebut dan proses hukum seluruhnya ditangani penyidik Polres Demak. 

"Polres Demak yang menangani kasus tidak masuk ke Polda," kata Satake melalui pesan tertulis, Rabu (12/6). 

Hasil penelusuran dari beberapa sumber, kasus pelecehan pelaku terhadap puluhan santrinya itu dilakukan dengan modusnya memijat. 

Di kalangan pondok pesantren, pelaku memang terkenal seorang spiritualis bidang pijat kesehatan. 

Terbongkarnya kasus sendiri, terungkap dari pengakuan para santri satu-persatu saling terbuka hingga informasi mulut ke mulut, diketahui pihak keluarga korban masing-masing. Korban pelecehan akhirnya terbuka dan jujur bercerita ke keluarganya. 

Totalnya sebanyak 38 santri laki-laki menjadi korban pelecehan, rata-rata anak-anak di bawah umur. Selain itu juga ada korban 6 santriwati yang diduga juga mengalami perundungan oleh pelaku.

Peliputan sebelumnya dapat dibaca di bawah ini:

Dinsos P2PA Kabupaten Demak Siapkan Paralegal Lindungi Kekerasan Perempuan dan Anak

Kasus Kyai Cabuli Santrinya Di Demak, Polda Jawa Tengah: Proses Hukum dan Penyelidikan Ditangani Polres Demak