Walikota Solo Diminta Perhatikan Nasib Ratusan Pedagang Sriwedari

Ratusan pedagang di kawasan Taman Sriwedari yang tergabung dalam Forum Komunikasi Sriwedari (Foksri) mengeluh kondisinya, semakin sulit.


Ratusan pedagang di kawasan Taman Sriwedari yang tergabung dalam Forum Komunikasi Sriwedari (Foksri) mengeluh kondisinya, semakin sulit.

Mereka selama ini menggantungkan hidupnya dengan berjualan di lahan Sriwedari. Namun sampai saat ini, mereka justru tidak segera mendapat kepastian bagaimana nasib atau status keberadaan mereka di lahan tersebut.

"Tolong mas Gibran sambangi kami, berkunjung ke Sriwedari. Dengan melihat langsung kondisi kami agar bisa mencari agar bisa mencari solusi dan memikirkan segala hal terkait potensi yang ada di dalam lahan Sriwedari," ungkapnya Rabu (7/4) siang.

Pihaknya sudah menunggu selama beberapa periode, lebih dari 20 tahun lamanya. Baik saat pak Jokowi menjadi walikota, ataupun oleh penerusnya yaitu pak Rudy. Menunggu apa yang terbaik, yang akan dilakukan oleh pemkot Solo. Untuk itu dalam waktu dekat pihaknya akan meminta untuk audensi dengan Walikota Solo. Intinya nanti manut atau nderek pemerintah, alias mengikuti apa yang akan diperbuat oleh pemerintan untuk paguyuban kedepannya. Asalkan untuk kebaikan pedagang Sriwedari. "Tapi ya mbok jangan dipikirkan paling belakangan," harap Syafik.

Sementara itu, pembina sekaligus penasihat Foksri Kusumo Putro menambahkan keberadaan Sriwedari itu ibaratnya seperti Gajah depan mata tidak kelihatan namun justru semut di seberang lautan malah terlihat. Dan seperti itulah keberadaan Taman Sriwedari. Pasalnya dari sekian banyak program yang dicanangkan Walikota Solo yang baru , justru tidak ada satupun yang menyentuh Sriwedari.

"Program walikota sekarang sangat bagus. Menjadikan Bale Kambang jadi pusat kebudayaan, kawasan Ngarsopuro rencananya jadi Malioboro-nya kota Solo, peningkatan ekonomi masyarakat dan masih banyak lagi. Namun sayang revitalisasi lahan Sriwedari belum tersentuh," imbuhnya.

Untuk itu, mereka berharap di era kepemimpinan Walikota Gibran yang muda, energik dan berfikiran kreatif ini bisa menjadi prioritas untuk diperjuangkan agar keberadaan Sriwedari tetap terjaga.

Paguyuban ini juga meminta agar pemerintah memasukkan Sriwedari menjadi bagian grand desain, menjadi salah satu prioritas oleh pemerintahan yang baru dalam rangka pembangunan kota Solo.

"Kita minta agar Walikota yang baru ini agar meneruskan misi revitalisasi kawasan Sriwedari untuk kepentingan publik," imbuhnya.

Ditegaskan Kusumo banyak icon yang ada di Sriwedari. Dan ketika Sriwedari hilang atau tidak ada lagi di kota Solo sama artinya Solo kehilangan roh-nya. "Selama ini Sriwedari telah menjadi pusat perekonomian, kebudayaan, dan seni. Ada ribuan orang yang selama ini menggantungkan nasib di Sriwedari," ungkap Kusumo.

Salah satu contohnya keberadaan pedagang buku di kawasan belakang Sriwedari (Busri) selama ini menjadi tempat jujugan warga yang ingin mendapatkan buku dengan harga murah. Para pedagang juga berkontribusi untuk mencerdaskan bangsa dengan menjual beragam jenis buku sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan.

"Selain buku bekas, buku-buku buku kono yang sulit dicari terkadang bisa ditemukan di kios-kios pedagang buku Sriwedari," tandasnya.

Ketua paguyuban Rukun Santosa yang lokasinya berada di dalam kawasan Sriwedari mengaku selama ini sudah puluhan tahun berusaha (berdagang) dengan pengelolaan dari Dinas Pariwisata.

"Kami punya ijin resmi penempatan dan paguyuban kami ini yang paling terdampak revitalisasi Sriwedari dan harus keluar dari sriwedari. Kami minta pemerintah mencari solusi terbaik," tutupnya. [sth]