Warga Selandia Baru Terpaksa Makan Siput Kebun

Inflasi tinggi membuat biaya hidup naik, dan semakin mencekik warga Selandia Baru. Untuk pertama kalinya dalam 32 tahun terakhir, Selandia baru mencatatkan inflasi tertinggi, menyentuh 7,3 persen.


Imbas dari inflasi ini membuat lonjakan besar pada harga makanan, bahan bakar minyak (BBM), hingga perumahan, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.

Harga makanan naik 6,5 persen dari tahun sebelumnya. Sementara harga bensin naik 32 persen dan solar 74 persen. 

Menurut manajer umum Stats NZ, Jason Attewell penyebab utama inflasi di Selandia Baru adalah karena kenaikan harga konstruksi dan persewaan perumahaan.

“Masalah rantai pasokan, biaya tenaga kerja, dan permintaan yang lebih tinggi terus mendorong biaya pembangunan rumah baru,” kata Jason Attewell, dikutip dari The Guardian.

Akibat dari situasi ini, sebagian masyarakat Selandia Baru memesan bahan makanan dari Australia untuk menghemat anggaran. Beberapa dilaporkan terpaksa makan siput kebun dan tidak lagi menggunakan tisu toilet.

Bagi keluarga yang memang tidak memiliki uang bahkan harus kelaparan.

Sebuah artikel yang dirilis oleh Journal of the Royal Society of New Zealand menceritakan enam ibu tunggal yang terpaksa tidak makan agar anak-anak mereka tidak kelaparan.

“Semuanya naik tetapi pendapatan tidak naik. Dengan hidup yang sama, ada defisit,” kata Evans, warga Selandia Baru.

Pemerintah Selandia Baru berusaha mensiasati kenaikan biaya hidup yang cukup tinggi dengan memberikan subsidi transportasi.

Pada Minggu(17/7), pemerintah mengumumkan untuk terus memperpanjang setengah harga biaya transportasi dan pengurangan cukai bahan bakar serta biaya pengguna jalan sampai 2023 mendatang.

Subsidi ini awalnya hanya direncanakan untuk tiga bulan, tetapi harga yang terus melonjak membuat pemerintah terus berupaya lanjutkan program tersebut.