- Kapolres Kebumen Pimpin Pemantauan, Kendaraan Luar Daerah Mulai Memasuki Kabupaten
- BRIN Kembangkan Teknologi Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar Petasol Di Banjarnegara
- Wakil Bupati Purbalingga: Segera Revitalisasi Taman Kota Sesuai Dengan Sister City, Tono City
Baca Juga
Klaten - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mendorong transformasi digital di berbagai bidang, salah satunya dengan dikenal dan digunakannya aplikasi dalam birokrasi melalui penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Menurut catatan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PANRB), terdapat 27.400 aplikasi milik kementerian dan lembaga pemerintah dari pusat hingga daerah. Dari banyaknya aplikasi tersebut sebagian merupakan aplikasi pelayanan publik yang dapat diakses masyarakat.
Menurut Pasal 4 huruf (l) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, salah satu asas penyelenggaraan pelayanan publik adalah kemudahan.
Keberadaan aplikasi memang memberikan kemudahan, namun jika jumlahnya terlalu banyak justru kurang efektif.
Fenomena tersebut juga dialami desa. Terdapat banyak aplikasi dari kementerian dan lembaga (K/L) pusat maupun daerah yang dibuat untuk dioperasikan oleh desa dengan beragam fungsi, seperti pendataan, administrasi, pelayanan publik, pelaporan, pemantauan, evaluasi, dan sebagainya. Namun banyaknya aplikasi belum diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) di desa. Selain itu, keberadaan dan sebaran sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi, khususnya akses internet belum sepenuhnya merata di seluruh wilayah Indonesia. Akibat kondisi tersebut, tidak semua aplikasi dapat dioperasikan desa sehingga menimbulkan lima dampak.
Pertama, kurang efektifnya keberadaan dan fungsi aplikasi. Banyaknya jumlah aplikasi di desa menyebabkan pengoperasiannya menjadi tidak maksimal, akibatnya program (K/L) pusat maupun daerah yang dijalankan melalui aplikasi menjadi kurang optimal. Kedua, menurunnya kualitas pelayanan publik karena banyaknya aplikasi yang harus dioperasikan desa. Di sisi lain, tidak semua aplikasi di desa terkait langsung dengan pelayanan publik.
Ketiga, tersitanya banyak anggaran guna membuat, mengembangkan, dan mengoperasikan aplikasi yang hasilnya belum tentu sesuai dengan yang ditetapkan. Keempat, semakin kuatnya ego sektoral yang ditandai dengan pembuatan aplikasi tertentu tanpa mempertimbangkan keberadaan aplikasi lain yang sejenis dari lembaga/instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih aplikasi. Kelima, berkurangnya inovasi desa akibat tersitanya SDM aparatur desa guna pengoperasian aplikasi. Menurut Pasal 4 huruf (d) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa disebutkan bahwa pengaturan desa bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Banyaknya aplikasi dapat mereduksi peran desa dari inovator menjadi sekadar operator.
Integrasi Aplikasi
Pelaksanaan SPBE tidak sekadar membuat aplikasi tetapi mewujudkan keterpaduan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik secara lebih efektif, efisien, terintegrasi, dan dapat dibagipakaikan seperti diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE. Guna melaksanakan SPBE hingga ke tingkat desa serta mengoptimalkan aplikasi di desa dapat dilakukan empat upaya.
Pertama, penerapan kebijakan dan/atau regulasi tentang pembatasan jumlah aplikasi (K/L) pusat mau pun daerah yang dioperasikan oleh desa. Kedua, peningkatan kualitas SDM aparatur desa.
Menurut hasil survei Kementerian Komunikasi Informasi dan Digital (Kominfo) yang sekarang bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), baru 30% aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki kecakapan digital. Angka tersebut belum termasuk aparatur desa. Ketiga, percepatan pemerataan akses internet di seluruh desa di Indonesia.
Menurut data Komdigi, pada tahun 2022 terdapat 12.548 desa belum memiliki akses internet yang memadai. Keempat, integrasi aplikasi. Integrasi aplikasi (K/L) pusat maupun daerah terbagi menjadi tiga bentuk. (1), Integrasi aplikasi intrapemerintah daerah. Integrasi tersebut dilakukan dengan menggabungkan aplikasi-aplikasi milik organisasi pemerintah daerah (OPD) yang terkait dengan desa. (2), Integrasi aplikasi intra-(K/L) pusat. Integrasi tersebut dilakukan dengan menggabungkan aplikasi-aplikasi milik (K/L) pusat, misalnya aplikasi milik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), seperti aplikasi Sistem Informasi Pusat dan Daerah (SIPD), Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), dan Sistem Pengelolaan Aset Desa (Sipades). (3), Integrasi aplikasi inter-(K/L) pusat. Integrasi tersebut dilakukan dengan menggabungkan beberapa aplikasi milik (K/L) pusat yang memiliki kesamaan jenis penginputan dan pemutakhiran data, misalnya data demografi dan sosial ekonomi warga. Contoh integrasi aplikasi inter-(K/L) pusat misalnya penggabungan aplikasi Profil Desa dan Kelurahan (Prodeskel) milik Kemendagri, dengan Suistainable Development Goals (SDGs) Desa milik Kementerian Desa PDT, dan dengan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) milik Kementerian Sosial.
Dalam integrasi aplikasi (K/L) pusat mau pun daerah, aplikasi-aplikasi yang diintegrasikan tersebut digabungkan ke dalam aplikasi super (super app) yang mampu menghimpun dan mengoneksikan berbagai data dan informasi secara terpadu, terbuka, dan dapat dibagipakaikan.
Satu Data Indonesia
Integrasi aplikasi melalui super app untuk desa akan mendorong konsesus dan kolaborasi antar-(K/L) pusat, daerah, dan desa, sehingga dapat mengurangi ego sektoral yang selama ini menjadi salah satu penyebab banyaknya varian dan versi data di Indonesia. Selain itu, integrasi aplikasi juga mendorong interkonektivitas data antar-(K/L) pusat maupun daerah sehingga tercapai integrasi data yang berguna mendukung program Satu Data Indonesia (SDI). SDI merupakan kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar-(KL) pusat maupun daerah guna mengambil keputusan berbasis data. Menurut Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang SDI, agar suatu data dapat menjadi data SDI salah satunya harus memenuhi kaidah interoperabilitas (dibagipakaikan).
Dalam upaya mewujudkan SDI, keberadaan dan peran desa tidak dapat diabaikan. Sebagai lembaga pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, desa dinilai lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan warga sehingga dalam SDI desa dapat berperan sebagai salah satu pemangku kepentingan utama. Hal tersebut sejalan dengan spirit Undang-Undang Desa yang menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Menurut Pasal 3 huruf (a) dan (b) Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, tujuan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas pendataan desa sesuai kondisi objektif desa. Oleh karena itu, desa perlu diposisikan sebagai salah satu sumber data dan/atau sumber rujukan data sehingga desa akan terdorong mengelola data secara inovatif. Data tidak lagi dipandang sebagai kebutuhan pusat dan daerah saja, tetapi juga menjadi kebutuhan desa.
Sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam SDI, desa perlu meningkatkan input dan output data, baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai prinsip-prinsip SDI. Untuk itu desa perlu diberikan kewenangan penuh mengelola datanya sendiri sehingga mampu menjadi produsen data, tidak sekadar menjadi pengumpul dan penginput data. Hal tersebut penting sebab data di pusat dan daerah bersumber dari tingkat terbawah, yaitu desa.
Dengan demikian, paradigma penyelenggaraan dan pengelolaan data perlu diubah, dari semula berorientasi mengikuti kebutuhan pusat atau daerah menjadi berorientasi mengikuti kebutuhan desa. Perubahan paradigma tersebut juga berlaku dalam pembuatan aplikasi untuk desa, dari yang sebelumnya desa untuk aplikasi menjadi aplikasi untuk desa.
*) Irawan Januari Putra, Perangkat Desa, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten
- Dimenangkan Indonesia, Nonton Bareng Warga Dan Pemimpin Boyolali Pun Sukses
- Program Mudik Gratis, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Resmi Lepas Belasan Ribu Pemudik Dari Jakarta
- Gelar Safari Ramadhan, Kapolres Boyolali Ajak Masyarakat Dukuh Tempursari Jaga Kamtibmas