Perkara gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap pembubaran organisasi tersebut belum selesai, meski PTUN Jakarta telah menolak gugatan itu.
- Resmi, Putri Akbar Tandjung Jadi Anggota DPRD Kota Solo
- Pemuda Pancasila Tegaskan Netral Dalam Pilkada Karanganyar
- Pj Bupati Magelang: Kedepankan Integritas Demi Terwujudnya Keputusan yang Adil dan Akurat
Baca Juga
Pengacara HTI Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa masih ada upaya hukum banding dan kasasi sampai putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Hanya saja, sambungnya, posisi saat ini HTI kalah 1-0 dari pemerintah.
Bisa saja nanti pemerintah kalah di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung," kata Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (7/5).
Yusril mengakui ada beban berat yang harus dipikul majelis hakim untuk bisa bersikap obyektif. Sebab, jika sampai pemerintah kalah dalam perkara ini tentu akan malu.
Padahal, sambungnya, selama sidang pemerintah hanya menghadirkan dua saksi fakta yang tidak menerangkan apa-apa tentang kesalahan HTI.
Pemerintah malah mendatangkan ahli sebanyak sembilan orang, yang semuanya adalah orang-orang yang terafiliasi dengan pemerintah seperti Rektor UIN Yogya dan Prof Azyumardi Azra, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Keterangan ahli mereka sukar dipertanggungjawabkan secara akademis karena semua mereka adalah bagian dari pemerintah," sambungnya.
Dijelaskan Yusril, HTI dibubarkan tanggal 19 Juli 2017 dan didasarkan atas Perppu 1/2017 yang terbit tanggal 10 Juli 2017. Jika kemudian pemerintah menganggap HTI mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, maka pemerintah harus membuktikan bahwa dalam waktu sembilan hari itu, HTI memang melanggar Pancasila.
"Bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya perppu, karena perppu tidak berlaku surut. Sejauh itu, saya menganggap pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan," tegas ketua umum PBB itu.
- Tuti Roosdiono Minta Pemerintah Antisipasi Anggaran Cadangan Penanganan Covid-19
- Disesalkan, PB IPSI Kurang Selektif dalam Memilih Pengurus
- IALA: Marwah MK Terguncang, Demokrasi Sedang Diuji