Banyak Sejarah Tak Terungkap Karena Kesulitan Pahami Naskah Jawa Kuno

Lembaga Dewan Adat Kraton Kasunanan Surakarta mengaku prihatin dengan pengetahuan tentang sejarah perjuangan keraton-keraton dalam mendirikan kemerdekaan negara Republik Indonesia.


Didorong hal itu, mereka mengelar diskusi sejarah dan budaya Surakarta sebagai kelanjutan Dinasti Mataram.

"Kita gelar diskusi kemarin, bersamaan dengan Wilujengan Pengetan Surud Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo," jelas GKR Wandansari, Sabtu (7/3).

Diskusi tersebut juga menghadirkan narasumber dari akademisi diantaranya Dani Saptoni, S.S (sarjana sastra) dan RMRP Restu B Setiawan, SPd, MPd (Pemersudi Kasusastran Jawi).

Menurutnya, sejarah keberadaan keraton di seluruh Nusantara termasuk Keraton Surakarta Jawa justru banyak disadur dari naskah-naskah kuno yang ditulis sejarawan Belanda kala itu dipelopori oleh HJ De Graff.

Bahkan, tidak sedikit sejarawan atau budayawan hanya mengutip dari peneliti Barat tersebut.

"Saya kan bicara tidak ngawur, selalu ada data dan fakta. Selama ini yang jadi patokan itu yang ditulis oleh Londo (Belanda). Yang naskah (tulisan) kita tidak mau (dibaca) karena jarang yang  bisa membaca karena bentuknya tulisan Jawa kuno yang masih berbentuk puisi atau tembang," papar Gusti Wandansari.

Gusti Wandansari mencontohkan, salah satunya adalah tanggal  kelahiran Kota Surakarta yang diperingati Pemkot Surakarta, setiap tanggal 17 Februari.

Saat itu dilakukan kajian untuk menentukan Hari Jadi Kota Surakarta dan ada beberapa naskah yang dijadikan panduan.

Padaha, lanjut dia, berdasarkan naskah milik Keraton Surakarta, Kota Surakarta itu berdiri bersamaan dengan perpindahan eKartasura ke Kraton Surakarta, yakni pada tanggal 17 Sura tahun Je (penanggalan .

"Kalau hitungan sesuai penanggalan Masehi jatuh pada tanggal 20 Februari 1745. Ini baru peringatan hari jadi Kota Surakarta saja salah dan tidak di benarkan," bebernya.

Dia menegaskan, jika diperlukan akan mengeluarkan bukti-bukti berupa naskah asli milik Keraton Kasunanan Surakarta. Pihaknya hanya ingin dilakukan kajian sejarah secara akademik agar sesuai dengan kenyataan yang ada.

"Kita bisa lakukan kajian akademis. Kita tunjukkan naskah asli dari para sastrawan kita tempo dulu. Ya biar nanti naskah itu yang bicara noh," tegasnya.