Bisa Jadi Alat Abuse of Power, PMII 'Gugat' Sejumlah Perbup Demak

Istimewa
Istimewa

Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Demak siap melakukan gugatan uji materil terhadap sejumlah produk regulasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak. 

Langkah ini dilakukan mengingat aturan-aturan tersebut dinilai membuka ruang bagi terbentuknya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

"Beberapa regulasi itu yakni, Peraturan Bupati (Perbup) tentang Penyelenggaraan Parkir, Perbup tentang Pedoman Pengelolaan Perumda Air Minum dan Perbup tentang Harga Satuan Barang/Jasa Kebutuhan Pemkab Demak," kata Ketua Bidang Komunikasi OKP dan Ormas PMII Demak, Ahlun Najah kepada sejumlah wartawan di Sekretariat PMII, belum lama ini.

Lebih lanjut, Ahlun Najah menegaskan, saat ini pihaknya juga sudah menyusun materi gugatan terhadap sejumlah regulasi yang dianggap menghambat terwujudnya good government and clean governance karena regulasi-regulasi daerah tersebut juga dinilai bisa menciptkan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

Najah pun mencontohkan, Perbup Demak Nomor 44 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Perumda Air Minum, Pasal 29 tentang Pengangkatan Anggota Direksi, misalnya. Menurutnya, adanya klausul soal masa perpanjangan direksi sesuai kinerja menurut penilaian Bupati sebagai pemilik saham, dinilai tidak obyektif.

"Pasal ini bisa mengundang asumsi publik tentang dugaan adanya lika and dislike (kedekatan-red), balas jasa atau indikator kinerja berbasis kemampuan setor 'upeti' kepada penguasa," sebut Ahlun Najah.

Seharusnya kata Ahlun Najah, indikator kinerja harus jelas seperti indeks kepuasan publik terhadap pelayanan, progress aset dan keuangan serta manfaat bagi daerah. 

"Sebagai organisasi mahasiswa, PMIII Demak beranggapan bahwa hal ini bertentangan dengan nilai-nilai dan moral yang mereka junjung. Selain melibatkan auditor independen, Bupati juga harus melihat fakta dan peka terhadap banyaknya keluhan masyarakat yang rutin tersaji di platform media sosial," jabarnya.

Keterlibatan auditor independen sendiri kata Ahlun Najah sangat penting dan harus ada mengingat, Perumda menggunakan APBD yang notabene adalah anggaran milik publik yang diamanatkan untuk dikelola pemerintah daerah. 

"Tidak boleh dikelola seenaknya untuk kepentingan pribadi atau golongan. Harus bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat," tegas Ahlun Najah.

Sedangkan terkait Perbup Demak Nomor 86 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perparkiran, menurut Ahlun Najah, juga membuka ruang terjadinya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pihak tertentu. 

Hal ini merujuk pada Bab III, mengenai Pengelolaan Parkir Yang Diusahakan Dinas dimana pada bab itu, mengatur proses penunjukan pihak ketiga sebagai calon pengelola lahan parkir.

"Semestinya, pengelolaan parkir oleh pihak ketiga dilakukan melalui proses lelang terbuka dengan acuan data kajian potensi lahan parkir yang dikelola pihak ketiga melalui Satuan Kerja (Satker) terkait agar daerah memperoleh pendapatan yang optimal melalui retribusi parkir," ungkapnya .

Perbup lain, lanjut Ahlun Najah, yang berpotensi menjadi alat penyalahguaan wewenang dan kekuasaan dengan motif gratifikasi adalah Perbup Demak Nomor 17 tahun 2024 tentang Harga Satuan Barang/Jasa Kebutuhan Pemkab Demak.

Ahlun Najah menjelaskan, perbup sangat krusial karena menjadi acuan penyusunan anggaran belanja seluruh kegiatan Pemkab sehingga aturan ini dirubah setiap tahun agar sesuai dengan kondisi yang ada.

"Standar harga yang tercantum dalam Perbup terlalu mahal bila dibandingkan dengan harga pasaran. Seperti saya lihat pada harga satuan Pemda untuk harga CT Scanslice 128 yang nilainya mencapai Rp15 miliar, semen 40 Kg yang mencapai Rp70 ribu per-sak, keramik dinding ukuaran 25X40 yang dihargai Rp121 ribu/m2 dan masih banyak lagi," papar Ahlun Najah.

"Yang lebih gila lagi, harga Pertalite tercantum Rp 20.932,- per liter. Jika begini, yang dapat untung banyak siapa?. Pastinya para rekanan (pihak ketiga-red)," tambah Najah.

Melihat hal ini, Ahlun Najah berpendapat, dari aspek penggunaan amggaran pastinya akan terjadi inefisiensi atay pemborosan keuangan negara. Ketika ditanya apakah Perbup tersebut merupakan indikasi prilaku koruptif yang terstruktur dan sistematis, ia enggan komentar.

"Itu menjadi ranah alat penegakkan hukum sebagai generasi muda, kami hanya menyuarakan agar pemerintahan berjalan sesuai harapan masyarakat," pungkasnya.