Urgensi Regulasi Hukum dan Penegakannya dalam Menghadapi Penyelundupan untuk Ketahanan Negara


Pada Bulan ke-5 Tahun ke-12 dari masa pemerintahan Zheng De (1517), kapal-kapal tribut diikuti oleh armada dagang lainnya tiba. Pajak sebesar 20% dikenakan atas nilai total barang dagangan. Pajak ini digunakan untuk menutup pengeluaran militer lokal.

Bea ini dibawa ke ibu kota. Namun, para pedagang curang dan penjahat Cina bergabung dengan pedagang asing dalam menyelundupkan barang. Orang-orang Portugis berhasil menyusup ke kru kapal Asia Tenggara dan kemudian mulai menjarah.

Mereka biasa membeli petualang Cina yang dipekerjakan untuk menculik wanita dan bayi untuk dijual. Mereka melakukan apa pun yang mereka inginkan dan penduduk lokal selalu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Dewan Penasihat Kekaisaran Cheng Boxian mengusulkan kepada Kaisar bahwa beberapa aturan harus dibuat untuk mengatur perdagangan maritim. Aturan tersebut menetapkan bahwa tidak ada kapal tribut yang diizinkan memasuki pelabuhan Cina jika tidak memenuhi jadwal kedatangan yang ditentukan.

Namun aturan ini kemudian dicabut karena Wu Tingju, Bendahara Provinsi Guangdong, melaporkan bahwa ada kekurangan besar dalam dupa untuk persembahan.

Gubernur Provinsi dan Bea Cukai Kekaisaran secara keliru memutuskan untuk mencabut peraturan tentang kapal tribut. Akibatnya, Portugis memulai provokasi mereka.

Wang Hong, Wakil Kepala Pertahanan Pusat, memimpin ekspedisi dan mengalahkan Portugis. Sejumlah besar uang digunakan untuk pembangunan kapal perang dan pembuatan persenjataan guna memperkuat pertahanan maritim.

Tanpa kapal asing karena pemberlakuan kembali aturan yang disebutkan di atas, pemerintah daerah kehilangan sumber pendapatan yang baik. Mengingat hal ini, pemerintah daerah menyalahkan bendahara provinsi atas konsekuensi serius."

(Collection of Authentic Documents of the Reign of Zheng De, 1506-1522 of the Ming Dynasty, Vol. 149)

Pada masa pemerintahan Dinasti Ming periode 1500-1550, di tengah tengah ketidakstabilan situasi di benua asia akibat kedatangan portugis, Dinasti Ming secara luas pada saat itu mulai mengeluarkan kebijakan yang menekankan keseimbangan antara pajak impor perdagangan dan penggunaanya untuk membiayai pengeluaran militer, termasuk pembangunan kapal perang dan produksi persenjataan.

Dinasti ming menyadari, bahwa peta geopolitik dan maritim saat itu sedang berubah dan akan menjadi eskalasi perang besar di berbagai Kawasan di asia oleh karena itu upaya membangun ketahanan penting sekali di rencanakan secara matang.

Korupsi yang timbul akibat perbuatan penyelundupan seperti yang disoroti dalam teks tersebut, menjadi ancaman signifikan terhadap efektivitas membangun ketahanannya. Ketika dana di salahgunakan, kemampuan militer untuk mempertahankan diri dari ancaman luar menjadi melemah.

Bagi Indonesia, Pelajaran dari Dinasti Ming ini sangat relevan dengan situasi yang di hadapi Indonesia saat ini. Indonesia yang tengah terengah-engah menghadapi penyelundupan impor illegal dari Cina, akan semakin menghadapi tekanan berat pasca penerapan tarif Trump yang membuat barang barang tekstil dan garment Cina akan membanjiri pasar Indonesia dengan harga  yang bukan saja murah, tapi  bahkan harga pabrik tutup alias nyaris tanpa harga. Pemerintah Indonesia pasti menyadari hal ini, namun apakah sampai pada Tingkat kesadaran sebagaimana pada masa dinasti Ming, yaitu kalau perilaku penyelundupan ini di toleransi terus maka ketahanan negara melalui kemampuan militer pasti akan tergerogoti.

Penyelundupan yang melibatkan kolaborasi dengan aparatur negara, sudah terjadi dari zaman dahulu hingga pada masa dinasti Ming termasuk di catat  sehingga termasuk menjadikannya bagian dari tindak pidana korupsi.

Dinasti Ming kemudian mengambil beberapa langkah untuk mengatasi korupsi penyelundupan tersebut dan memperkuat kekuatan militer mereka. Pertama, pejabat seperti Cheng Boxian mengusulkan aturan untuk mengatur perdagangan maritim, seperti melarang kapal tribut yang tidak tiba sesuai jadwal.

Hal ini bertujuan untuk mencegah penyelundupan dan memastikan pendapatan pajak digunakan dengan benar.

Kedua, pajak yang dikumpulkan dari perdagangan digunakan untuk membangun kapal perang dan memproduksi persenjataan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha memperkuat pertahanan maritim mereka untuk menghadapi ancaman, termasuk dari Portugis.

Ketika korupsi dan penyelundupan meningkat, pemerintah mengambil tindakan tegas, seperti ekspedisi militer yang dipimpin oleh Wang Hong untuk mengalahkan Portugis. Ini menunjukkan upaya mereka untuk menegakkan hukum dan melindungi kepentingan negara.

Ketika aturan tertentu, seperti larangan kapal tribut, dianggap merugikan ekonomi lokal, pemerintah bersedia mencabutnya. Namun, ini juga menunjukkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pendapatan dan keamanan.

Belajar dari Sejarah

Situasi dunia yang sedang berubah, di mana perang dagang semakin intensif, membutuhkan pendekatan yang tegas dan transparan dalam pengelolaan ekonomi dan pertahanan maka pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Prabowo sudah tidak bisa beramah tamah lagi terhadap penyelundupan dan perilaku korupsi aparat yang terlibat dalam penyelundupan tersebut.

Menghadapi perubahan dunia yang sedang terjadi dan yang ramai sudah di prediksi oleh ahli pertahanan, bahwa perang dagang ini akan mengarah kepada terjadinya perang militer, maka perlu di lakukan 4 langkah strategis dalam bidang hukum yaitu antaranya

Pertama, perubahan terhadap aturan hukum yang menunjukkan sistem yang baik dalam menghadapi penyelundupan. Kedua, memastikan pajak  yang dikumpulkan di alokasikan juga untuk industri pertahanan.

Ketiga, tindakan tegas terukur menindak para penyelundup dan aparatur terlibat dan keempat, juga membuat aturan yang seimbang antara pengelolaan cukai pendapatan dan alokasi untuk peningkatan pertahanan.

Tanpa itu negara kita terperosok semakin dalam di gerogoti kejatuhan menghadapi perilaku penyelundupan yang semakin besar akibat perubahan dunia yang dipenuhi ketidakpastian dibawah bayang bayang perang dunia ke 3.