Dance : KPU Lakukan Pembiaran Bisa Dipidana

Ada 30 Ribu Pemilih Tak Bisa Dapatkan Hak Suara
Ketua DPC PDI-P Salatiga Dance Ishak Palit. Foto : Erna Yunus B 
Ketua DPC PDI-P Salatiga Dance Ishak Palit. Foto : Erna Yunus B 

Ketua DPC PDI-P Salatiga Dance Ishak Palit menyebut, ada sekitar 30 ribu suara tidak dapat memenuhi hak pilih di Kota Salatiga.


"Indikasinya, KPU Salatiga tidak ada upaya untuk memfasilitasi para mahasiswa khususnya yang ber-KTP luar Salatiga untuk melakukan pindah memilih," kata Dance kepada RMOLJateng, Sabtu (9/12).

Ia bercerita, telah mendatangi tiga kampus besar di Salatiga untuk mengkonfirmasi apakah hak pilih mahasiswa khususnya dari luar Salatiga terakomodir.

Nyatanya, aku dia, KPU tidak pernah berkomunikasi dengan pihak kampus di Salatiga. "Jika tidak menfasilitasi itu (KPU) bisa dipidana loh. Ini, kategori pembiaran potensi luar biasa," katanya.

Ia mencontohkan, mahasiswa UKSW yang terindikasi tidak dapat melakukan hal pilih din2024 di Kampus Indonesia Mini, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

Di kampus ini, Dance mengklaim ada sekitar 10 ribu mahasiswa pada saat pencoblosan sampai saat belum melakukan penggusuran pindah pilih. Begitu juga di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, yang disebutkan dia ratusan mahasiswanya pada hari H pencoblosan memilih menetap di Salatiga. "Padahal kita punya peluang (suara) di DPD dan Pilpres," imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua KPU Salatiga Yesaya Tiluata menyebutkan animo mahasiswa dalam menanggapi Pemilu minim. Kondisi ini hampir terjadi di seluruh Univeristas di Salatiga.

Ia menyebutkan, memang ada mahasiswa yang mengurus pindah memilih namun jumlahnya relatif kecil.

"Respon kampus dalam hal pemenuhan hak-hak pemilih kurang atau minim ya. Tidak ada Fitback dari mahasiswa saat kami melakukan sosialisasi ke kampus-kampus," terang Yesaya.

Ia beranggapan, harusnya di tiap kampus disediakan semacam Pos sebagai sarana mahasiswa dapat berinteraksi dalam bentuk apapun, termasuk mencari informasi terkait Pemilu.

Meski demikian, KPU mencatat mahasiswa yang mendaftar untuk pindah memilih ada namun jumlahnya relatif kecil.

"Ada yang mendaftarkan untuk mengikuti proses Pemilu di Salatiga, tapi saat realisasi angkanya masih kecil," ungkap dia.

KPU Salatiga sendiri secara terjadwal keluar masuk ke sejumlah kampus di Salatiga guna melakukan sosialisasi dan membuka stand/posko pindah memilih.

Hal ini dilakukan agar mahasiswa memiliki hak pilih di Salatiga. Namun kenyataannya, animo mahasiswa masih sedikit dibanding dengan jumlah mahasiswa.

Di lain sisi, diakui Yesaya, bulan Februari 2024 atau saat agenda besar Pemilu digelar masuk dalam suasana libur kampus.

"Sehingga ada yang perkirakan untuk mencoblos di kampung halaman bukan di Salatiga," terangnya.

Yesaya memohon bantuan peran media untuk mensosialisasikan pindah memilih. Ia beranggapan, peran media dalam mensosialisasikan tahap demi tahap Pemilu sangat penting.