Dewan Kode Etik Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas (RM) Said Kartasura, Sukoharjo, secara maraton menggelar sidang kehormatan menentukan nasib Dema dan Sema UIN RM Said.
- UKSW Terima Hibah dari Aruba
- UGM Siap Dukung Pendirian Politeknik Agro Industri Blora
- Eks Taman Wisata Selomoyo Bakal Disulap Jadi SR Wonogiri
Baca Juga
Sidang kode etik dilaksanakan di Ruang Sidang Utama UIN RM Said, Selasa (8/8/2023) hingga hari Rabu (9/8/2023) belum rampung.
Temuan sementara tim investigasi menemukan MoU antara Dema dengan salah satu dari tiga pihak sponsorship senilai Rp160 juta.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Syamsul Bakri di mengatakan pembina Dema memperoleh data MoU antara mahasiswa dengan pihak sponsorship salah satunya sebesar Rp 160 juta. Padahal menurutnya mahasiswa tidak berhak melakukan MoU apalagi semua anggaran Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) sudah ditanggung oleh universitas.
"Tidak bisa seperti itu rawan macam-macam, selain rawan kenapa sponsorship bisa sebesar itu selain itu data-data mahasiswa registrasi itu juga rawan. Rp160 juta totalnya dari satu kerjasama menurut informasi yang kami peroleh,” ujar Syamsul.
Syamsul menegaskan Dema dipastikan melampaui kewenangan dan menyembunyikan sesuatu terkait MoU yang tidak disampaikan ke pembina dan pihak rektorat lainnya.
Lebih jauh Dewan Kode Etik menilai ada indikasi pengambilan keuntungan dari sponsorship tersebut. Syamsul membandingkan kegiatan fakultas saja ketika sedang menggelar kegiatan nilai kerjasamanya tidak pernah sebesar itu. Dalam MoU yang ditemukan tersebut ditandatangani oleh Ketua Dema Ayuk Latifah.
“Itu MoU yang tanda tangan dia, dia bertanggung jawab atas nama Ketua Dema dan atas nama pribadi. Kalau nanti masalah itu sampai ke masalah hukum ya berarti pribadi. Uang sebesar itu untuk apa? PBAK itu kan sudah Rp400 juta lebih dari kampus tidak ada anggaran yang kurang sebenernya kalau mau ngundang siapa-siapa. Tetapi harus diusulkan kegiatan berbasis anggaran nanti bisa korupsi soalnya,” ungkap Syamsul.
Syamsul juga menegaskan jika Dewan Kode Etik hanya menggelar rapat ketika ada indikasi kuat adanya kesalahan pelanggaran aturan atau hukum oleh warga kampus yang patut diberi sanksi. Syamsul menegaskan penjatuhan sanksi bukan kali pertama melainkan telah dilakukan beberapa kali misalnya dalam kasus narkoba, terorisme dan lainnya.
“Kalau dewan kode etik rapat pasti nanti ada sanksi tentu tidak semua panitia, tetapi pada pihak yang terkait. Pelanggarannya sedang atau berat tidak mungkin ringan itu yang saya pastikan. Kalau ringan tidak mungkin ada rapat,” tegas Syamsul.
Ia juga mencontohkan jika mahasiswa mendapatkan sanksi sedang di antaranya mahasiswa tersebut harus dicutikan paksa. Sementara jika mendapat sanksi berat maka rektorat bisa saja mengabulkan tuntutan mahasiswa yang meminta Ketua Dema dicopot.
Syamsul juga membeberkan kegiatan PBAK baru akan digelar pada Senin (14/8/2023) mendatang. ia memastikan kegiatan PBAK tetap berlanjut kecuali jika diputuskan PBAK akan diundur.
Diketahui hari ini juga masih ada aksi perwakilan mahasiswa yang menuntut pembekuan dan sanksi pengurus Dema, yang harus bertanggungjawab atas kegaduhan ini.
- 7.255 Maba UNS 2022 Catat Rekor Muri Mewarnai Batik Pada Kain Terpanjang 3.300 Meter
- Serunya Pramuka Cilik Batang Berlomba di GOR Abirawa
- UKSW Buka Pelatihan Organik Petani Milenial