Efikasi Vaksin AstraZeneca Ternyata Lebih Rendah Dari Sinovac

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin AstraZeneca. Izin tersebut sudah dikeluarkan BPOM per 22 Februari 2021.


Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin AstraZeneca. Izin tersebut sudah dikeluarkan BPOM per 22 Februari 2021.

Vaksin AstraZeneca atau Covid-19 Vaccine AstraZeneca merupakan vaksin yang dikembangkan Oxford University bekerja sama dengan AstraZeneca menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (ChAdOx 1).

"Vaksin AstraZeneca didaftarkan ke BPOM melalui dua jalur, yaitu jalur bilateral oleh PT Astra Zeneca Indonesia dan jalur multilateral melalui mekanisme COVAX Facility yang didaftarkan oleh PT Bio Farma," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito, Selasa (9/3), dikutip dari Kantor Berita RMOL.

Berdasarkan data hasil uji klinik, efikasi vaksin dengan dua dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar dua bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,10 persen.

Meski memenuhi syarat efikasi WHO yang menetapkan minimal 50 persen, efikasi AstraZeneca ternyata lebih rendah dibandingkan vaksin pendahulu yang sudah digunakan di Indonesia, yakni Sinovac yang sebesar 65,3 persen.

Vaksin AstraZeneca sendiri sebelumnya sudah disetujui beberapa negara, antara lain Inggris, Uni Eropa, Kanada, Saudi Arabia, Mesir, Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko. Vaksin Astra Zeneca adalah vaksin kedua yang disetujui masuk dalam daftar WHO EUL setelah vaksin produksi Pfizer BioNtech.