Jumlah Manusia Silver di Semarang Meningkat Selama Pandemi

Manusia silver di sebuah perempatan jalan di Semarang. / RMOL Jateng
Manusia silver di sebuah perempatan jalan di Semarang. / RMOL Jateng

Fenomena mengemis di jalan raya dengan menggunakan kostum sebagai identitas khusus saat ini kembali marak terjadi di Kota Semarang, salah satunya adalah munculnya manusia silver.


Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang semenjak munculnya manusia silver sudah terus melakukan razia dan penertiban terhadap manusia silver. Kasatpol PP Kota Semarang, Fajar Purwoto mengatakan jika keberadaan manusia silver di jalan protok selain meresahkan masyarakat juga mengganggu keindahan dan tatanan Kota Semarang.

Namun meski sudah ditertibkan, manusia silver ini masih saja berkeliaran di traffic light Kota Semarang. Hal ini menurut Fajar, karena selama ini mereka yang telah ditertibkan tidak kemudian dibina melalui rumah singgah. Pasalnya memang Kota Semarang belum memiliki rumah singgah, sehingga manusia silver kembali lagi ke jalanan. 

"Semarang ini sebenarnya adalah kota bersih Se Asia Tenggara, penindakan perda kita lakukan dengan tegas namun humanis. Sayangnya belum adanya tempat singgah, banyak dari mereka kembali lagi ke jalan," kata Fajar saat ditemui RMOLJateng, Rabu (29/9).

Fajar menyebut penindakan manusia silver ini mengacu pada Perda Nomor 5 Tahun 2014 namun, karena belum adanya tempat sosial atau rumah singgah, tak jarang setelah ditindak mereka kembali lagi ke jalan.

Selama setahun masa pandemi ini, Fajar mengaku terjadi peningkatan terhadap jumlah manusia silver yang beredar di Kota Semarang. Bahkan selama setahun terakhir Satpol PP sudah menertibkan sekitar 300 manusia silver. Jumlah ini tidak hanya beradal dari kota Semarang saja tapi juga banyak manusia silver yang berasal dari daerah penyangga Ibukota Semarang.

"Ya memang banyak yang dari luar Semarang, jumlahnya kalau misal 10. Separuhnya dari luar kota," bebernya.

Fajar mengaku setelah manusia silver di tangkap, kemudian dibawa ke kantor Satpol PP untuk di bina. Tak hanya itu, manusia silver tersebut juga diminta untuk membuat surat pernyataan untuk tidak kembali lagi ke jalan yang ditanda tangani.

Beberapa yang ketahuan tertangkap lebih sekali kemudian digunduli sebagai shock terapi atau memberikan efek jera. Namun mereka juga kucing-kucingan, setelah tertangkap di Jrakah misalnya, geser ke Tembalang atau tempat lainnya.

"Kedepan kota koordinasikan ke Dinsos, agar menyiapkan tempat rehabilitasi. Memang beberapa kali kita temui manusia silver yang pensiunan, namun kita tegaskan kita tidak tebang pilih," ungkapnya.

Sementara titik terbanyak manusia silver dan PGOT di Kota Semarang ada di Jrakah, Krapyak, Kaligarang, Kota Lama dan Ada Banyumanik. Fajar menghimbau kepada masyarakat, agar tidak memberikan uang kepada PGOT atau manusia silver yang mangkal di lampu merah ataupun jalan protokol.

"Karena sudah ada perdanya, jadi nggak usah dikasih dan juga merusak wajah kota. Sehari mereka juga bisa dapat banyak Rp 100 ribu per hari," pungkasnya.