Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkap modus pencabulan oknum pengasuh sebuah pondok pesantren, bernama Wildan Mashuri Amin (57), di Batang pada belasan santriwatinya. Ponpes itu berada di Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang.
- Kakak Beradik Curi Burung Bernilai Ratusan Juta Diringkus Polres Salatiga
- Pengusaha Wong Daniel Tersangka Pemalsuan Surat Dan Penipuan
- Lakukan Pengeroyokan, Tiga Pemuda Ditangkap Polisi
Baca Juga
"Yang lapor 14 korban, hasil visum et reperetum, delapan sobek. Lalu enam (santriwati) tidak sobek, kalau yang ini pencabulan, mungkin digrepe-grepe. Masih kami kembangkan," kata Kapolda Jateng saat konferensi pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4).
Ia menyebut, modus tersangka Wildan adalah pada pagi hari membangunkan santriwati. Lalu diajak ke kantin atau tempat lain untuk diajak bersetubuh.
Ajakan bersetubuh itu disertai dengan janji, para korban, akan mendapat karomah serta buang sial. Proses itu diiringi dengan ijab kabul tanpa saksi.
"Lalu diberikan sangu atau jajan dan tidak boleh lapor sudah sah sebagai suami istri ke orang tua. Aksi itu sudah dilakukan sejak 2019," tuturnya.
Irjen Pol Ahmad Luthfi mengakui kasus ini menjadi perhatian khusus sebab semua korban di bawah umur. Ada satu korban yang saat ini sudah berusia dewasa.
Kejadian pencabulan terhadap anak di bawah umur juga sebelumnya pernah terjadi di Batang.
Pada September 2022, pernah terungkap kasus pencabulan pada anak dengan korban mencapai 22 anak laki-laki. Pelakunya guru ngaji serta rebana.
Kapolda Jateng mengucapkan akan mengembangkan kasus tersebut. Saat ini para santriwati sedang masa libur.
Pihaknya juga menggandeng berbagai dinas baik tingkat provinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Batang.
"Ini dalam rangka recovery. Termasuk Biddokes jateng untuk trauma healing," ucapnya.
Pihaknya juga sudah menyita sejumlah barang bukti mulai dari karpet hingga kasur. Lalu, olah TKP juga sudah dilakukan dengan bukti permulaan yang cukup.
Pihaknya menerapkan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak untuk menjerat tersangka. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
"Kalau berulang ulang bisa ditambah sepertiga masa hukuman maksimal. Apalagi mereka tenaga pengajar," jelasnya.
Diduga jumlah korban pencabulan oknum pengasuh pondok pesantren lebih dari yang resmi melapor. Desas desusnya bisa menembus angka puluhan.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang juga hadir mengatakan pihaknya membuka ruang untuk melapor. Namun publik harus berani melaporkan.
Ia berpesan agar para orangtua berkomunikasi intens. Sehingga setiap anak berkeluh kesah, langsung ke orangtua. Dengan begitu, orangtua tahu kejadian yang dialami anaknya.
"kejadian beberapa kali terjadi. In case di Batang, September terjadi, publik jarus mengontrol apakah sekolah umum, ponpes atau tempat lain yang punya potensi kejadian serupa," ucapnya.
- Dua Penjambret Di Blora Tertangkap
- Penyelenggara Pemilu Dan KPK Harus Punya Roadmap Berantas Politik Uang
- Polres Semarang Tangani Dugaan Tindak Asusila Guru Agama