Kejaksaan Beraksi Kembali: Kades Krinjing , Terduga Korupsi Pemanfaatan Aset Desa

Kepala Desa (Kades) Krinjing, Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pemanfaatan Aset Desa. Istimewa/Tribudi/RMOLJateng
Kepala Desa (Kades) Krinjing, Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pemanfaatan Aset Desa. Istimewa/Tribudi/RMOLJateng

Kepala Desa (Kades) Krinjing, Ismail (67), terjerat perkara dugaan korupsi. Sejak Jumat (19/04), lelaki itu telah menjadi penghuni Lapas Kelas IIA Magelang.


Meski menyandang status tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Magelang, tersangka masih bisa menjalankan tugas sebagai pimpinan Pemerintah Desa Krinjing.

"Yang bersangkutan bisa diberhentikan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kabupaten Magelang, Gunawan Dwi Nugroho, Sabtu (20/4).

Untuk sementara, menurut dia, apabila dibutuhkan, yang bersangkutan dapat menanda tangani suatu dokumen yang diantar ke Lapas oleh perangkat desa.

"Kita akan lihat dan ikuti terus, kasus hukumnya yang sedang berproses," katanya, melalui Sekretaris Dinas Permades, Khoirul Anwar. 

Dalam perkara ini, Dinas Permades mempedomani ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014.

Seperti dikabarkan, Ismail, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset desa berupa Tanah Kas Desa Krinjing.

Kajari Kabupaten Magelang, Zein Yusri Munggaran, mengatakan, tindak pidana korupsi dilakukan tersangka sejak 2017 hingga 2022.

"Akibat perbuatannya, negara dirugikan Rp924.000.000 lebih," kata Zein, kepada wartawan.

Modusnya, kata Kajari, menarik retribusi dari kegiatan penambangan pasir dan batu Merapi yang melewati tanah Kas Desa. 

Uang retribusi tadi tidak pernah disetor sebagai pendapatan asli desa Krinjing. Tetapi uang yang tergolong hasil pungli itu, dinikmati secara sepihak yakni oleh tersangka.

"Perbuatan itu, berdasar penghitungan auditor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 924.299.900," kata Kepala Kejaksaan Negeri.

Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ada pun ancaman hukumannya paling lama 20 tahun penjara hingga penjara seumur hidup.