Kisah Pilu Pasutri Tinggal Di Gubug Reyot Viral Di Medsos

Salah satu potret kemiskinan warga Karanganyar beredar di media sosial group IWK (Info Wong Karanganyar) yang menampilkan kehidupan pasangan Harjowiyono-Warsinah, Warga Ngemplak RT 2 RW 4 Karangpandan, Karanganyar.


Miris rasanya melihat kondisi rumah keduanya. Disaat mereka seharusnya beristirahat menikmati masa tuanya kenyataanya tetap berjibaku demi mendapatkan sesuap nasi agar bertahan hidup.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selain dari jatah raskin yang hanya 3 kilo perbulan, mereka kerja serabutan. Dulunya Harjowiyono bekerja sebagai tukang becak. Karena tenaganya tak kuat lagi kini kerja serabutan. Terkadang juga menjadi pengumpul plastik bekas.

Sang istri juga menjadi buruh serabutan, terkadang juga menjadi tukang pijit dan kerok panggilan. Namun tidak setiap hari ada yang menggunakan jasanya. Hasil yang didapat hanya Rp 15 ribu - Rp 25 ribu perhari.

"Kerja sak entene. Pados ngge mangan kalih bapake (kerja seadanya, buat makan berdua),"  jelas Suwarsih kepada RMOLJateng saat mengunjungi rumahnya, Sabtu (1/9).

Rumah keduanya dikelilingi dengan rerimbunan pohon bambu, bahkan akses masuk menuju rumahnya masih berupa tanah. Dindingnya terbuat dari gedhek (anyaman bambu) dengan lantai berupa tanah. Gentingnya sebagian hancur dan posisi atapnya sudah ambles ke dalam. Tidurpun hanya di dipan tanpa kasur yang diselimuti tikar.

Pasangan kakek-nenek berusia lanjut dan hidup sebatang kara tanpa anak dan saudara ini kondisinya sangat menyentuh hati. Gubug yang selama ini menjadi tempat berteduh dalam kondisi panas dan hujan sudah hampir roboh. Tiang penyangga yang terbuat dari bambu sudah lapuk. Bahkan dikala hujan turun keduanya tidak berani masuk di dalam rumah dan memilih berada di pinggiran rumah dengan kondisi badan basah kuyup.

Saat ditanya kenapa lebih memilih berada di emperan rumah dan terkena percikan air hujan, badan masuk angin, dengan lugu Warsinah yang sehari-hari kerja serabutan ini mengaku dirinya takut mati. Pasalnya di dalam rumah sering terdengar suara seperti kayu yang akan roboh. Dikhawatirkan jika ambrol bisa menimpa keduanya.

"Kula ajrih yen teng nglebet. Wedi mati kebrukan omah (takut di dalam rumah, takut mati karena tertimpa rumah). Yen sakit (masuk angin) dibeta teng puskesmas waras," lanjutnya.

Kondisi rumah pasutri ini yang kian memprihatinkan relawan, Banser NU Ngemplak, juga warga sekitar dengan sukarela dan dana swadaya membantu untuk memperbaiki rumahnya. Kondisi rumah mereka juga di upload melalui group facebook dan banyak meraih simpati dari warga net.

"Prihatin kondisinya kita berupaya membantu memperbaiki rumahnya. Ya semampunya saja yang penting bisa ngiyup. Ada yang bantu semen, batako, seng, pasir dan sebagainya," tutur Triyanto relawan dari Banser NU Ngemplak.

Selain dari relawan dan warga, lanjut Triyanto bantuan juga datang dari desa, Satbinmas Polres Karanganyar, juga Dinsos Karanganyar. Bahkan dari Dinsos kini telah melakukan survei ulang untuk diajukan sebagai penerima Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

Sementara itu Ketua RT 2,  Samin bersyukur akhirnya rumah Harjowiyono dan Warsinah mendapatkan bantuan dari masyarakat luas. Setelah viral bantuan semakin berdatangan, termasuk dari Dinas Sosial Karanganyar.

"Dulu pernah diajukan untuk mendapatkan program RTLH. Namun sayang bantuan itu salah sasaran. Dan kemarin sudah disurvey lagi. Mudah-mudahan segera cair," pungkasnya.