Kondisi Kemiskinan Ekstrem, Pemkab Dan DPRD Banjarnegara Tidak Peka

Forum Kebangkitan Banjarengara: Ketertarikan Investor Tipis
Alun-Alun Kabupaten Banjarnegara. Istimewa/RMOLJawaTengah
Alun-Alun Kabupaten Banjarnegara. Istimewa/RMOLJawaTengah

Banjarnegara - Di usianya yang sudah ke 453 tahun, Kabupaten Banjarnegara hingga kini belum mengalami kemajuan yang signifikan. Daerah yang dikenal dengan sebutan daerah Dawet Ayu ini tercatat mengalami tingkat kemiskinan ekstrem.

Keadaan ini menjadi pertanda bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) beserta DPRD Banjarnegara, harus lebih peka pada kondisi sosial dan ekonomi yang sedang terjadi di Daerah tersebut.

Kemiskinan ekstrem yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya bisa disebabkan karena kurang kondusifnya iklim investasi. Oleh karena itu, pentingnya pemikiran yang cerdas dan bermoral tinggi untuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi warganya.

Selain itu, hasil kunjungan kerja (Kunja) yang dilakukan oleh Wakil Rakyat di Banjarnegara harus diikuti dengan aksi nyata dan program yang efektif. Mereka juga harus bersedia mendengarkan keluhan dan masukan dari masyarakat, serta merespon dengan proaktif dan tanggap terhadap setiap permasalahan.

Ketua Aktivis Forum Kebangkitan Banjarnegara (FKB), Wahono, menilai bahwa Perda tentang RT RW Tahun 2023-2043 belum pernah disosialisasikan, akibatnya ketertarikan investor masuk sangat tipis, sehingga pengentasan kemiskinan hanya dijadikan sebuah alibi semata.

"Peraturan Daerah (Perda) tentang RT RW yang sudah dibahas serta diputuskan oleh Esekutif dan Legislatif, selama ini tidak pernah disosialisasikan. Harusnya, mereka yang sudah membuat Perda itu dapat melalukan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus melibatkan para teman-teman aktivis yang ada di Banjarnegara," ungkap Wahono kepada RMOLJateng, Minggu (13/10).

"Kemajuan suatu daerah itu harus melibatkan berbagai unsur, jika mereka (Pemkab dan DPRD) micek alias tutup mata dengan kondisi saat ini, bagaimana Banjarnegara mau mengentaskan kemiskinan? Bagaimana ekonomi mau berkembang maju? Sedangkan mereka saja kurang begitu peka dengan kondisi sekarang," imbuh Wahono lagi.

Menurut Wahono, minimnya perusahaan yang ada di Banjarnegara sangat mempengaruhi pendapatan daerah. Selain itu menjamurnya angka pengangguran dapat disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan.

"Perusahaan di Banjarnegara saat ini sangat minim sekali, akibatnya banyak pengangguran dimana-mana. Hal ini juga berdampak pada penghasilan daerah. Kabupaten Banjarnegara yang sebentar lagi menginjak usia ke-454 Tahun, belum ada aroma angin segar menuju kesejahteraan." Tegas Wahono.

Wahono berpandangan, minimnya Perusahaan yang berdiri di Banjarnegara bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, mungkin dikarenakan lambannya perizinan atau bisa saja disebabkan oleh faktor-faktor lain.

"Untuk membuat iklim investasi yang kondusif, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Kabupaten. Yang pertama mempercepat izin serta kejelasan tentang payung hukumnya. Jika regulasi tersebut tidak jelas dan tidak dapat menjamin keselamatan investasi, investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi di Banjarnegara," lanjutnya.

Selanjutnya, jaminan sumber energi juga merupakan faktor penting dalam iklim investasi yang kondusif. Listrik industri memiliki kebutuhan terpisah dari listrik umum, dan investor memerlukan jalur khusus untuk memastikan sumber daya energi yang dapat diandalkan.

Akses jalan, ungkap Wahono, juga sangat penting bagi investor, karena akses jalan yang baik dapat mempermudah mobilitas dan pengiriman barang, serta memudahkan investasi.

Dalam pandangan ke depan, pemerintah kabupaten perlu lebih peka terhadap perkembangan sosial dan ekonomi, serta membangun kepercayaan investor melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

"Seharusnya, jika melihat Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Banjarnegara hanya diangka sekitar Rp2.038.000, setidaknya banyak para investor yang mau melangkahkan kakinya ke Banjarnegara untuk mendirikan sebuah perusahaan atau lainya," ujarnya.

"Namun, jika hal seperti ini saja Pemkab dan Wakil Rakyatnya tidak bisa mencari solusi yang terbaik, lalu Kabupaten Banjarnegara mau dijadikan Kota apa nantinya," pungkas Wahono.