Salah satu upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memberikan efek jera bagi para koruptor adalah dengan memberinya hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
- Simulasi KPU di Ngaringan, Surat Suara Malah Dibawa Pulang Warga
- Jadi 'Anggota' Ibu-ibu Arisan, Wali Kota Semarang Ikut Andil Ciptakan TPS Berkonsep Pedesaan
- DPRD Jateng : Jangan Pupuk yang Disubsidi, Tapi Gabah Dibeli Bulog Sesuai HPP Pemerintah
Baca Juga
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, hukuman tersebut tidak dilakukan KPK untuk menyikapi putusan Mahkamah Agung yang memperbolehkan eks koruptor mencalonkan sebagai anggota legislatif.
"Jaksa penuntut dan hakim dalam putusannya memiliki otoritas dalam memberikan harapan publik itu (pencabutan hak politik). Tentu yang utama dalam menghukum itu bukan atas dasar dendam," ujarnya Saut dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (17/9).
Baru-baru ini MA memutuskan MA mengabulkan permohonan gugatan atas Peraturan KPU Nomor 20/2018, yang melarang eks koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Ma menyatakan bahwa peraturan pelarangan tersebut bertentangan dengan UU 7 /2017 tentang Pemilu.
Dimana di dalam UU tersebut dikatakan bahwa para eks koruptor boleh mencalonkan diri sebagai anggita DPR dan DPRD jika secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
MA sudah menerima 13 pengajuan uji materil PKPU 20/2018. Gugatan diajukan para mantan koruptor yang ingin menjadi wakil rakyat.
Di antaranya, mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan anggota DPR Wa Ode Nurhayati.
- Meski Kalah Pilpres, PDIP Raih 160.000 Suara Legislatif, Kursi di DPRD Purbalingga Berpotensi Bertambah
- Pilkada Bukan Pilpres, Cak Imin : Koalisi Sudah Cair
- Pilwakot Solo Mulai Diminati, 14 Bakal Calon Ambil Formulir Pendaftaran