KPK Minta Kooperatif Soal Penggeledahan Di Aceh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghimbau kepada sejumlah pihak untuk dapat kooperatif terkait penggeledahan yang dilakukan di Dinas PUPR dan Dispora Aceh.


Jurubicara KPK Febri Diansyah mengatakan himbauan tersebut ditujukan kepada sejumlah pihak yang berada di lokasi penggeledahan yang berkaitan dengan dugaan kasus suap menerima hadiah atau janji oleh Gubernur Aceh Irwandi Yuduf terkait pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) TA 2018.

"KPK menghimbau agar pihak-pihak di lokasi penggeledahan dapat koperatif dan membantu proses penyidikan ini," ujarnya kepada wartawan, Selasa (10/7).

Lebih lanjut Febri menjelaskan bahwa sikap kooperatif tersebut penting agar tindak korupsi yang merugikan masyarakat Aceh dapat terungkap dengan jelas.

"Karena selain ini adalah proses hukum, pengungkapan kasus ini juga kami pandang penting bagi masyarakat Aceh. Terutama karena korupsi itu merugikan bagi masyarakat," tukasnya seperti dikutip Kantor Berita Politik

Diduga pemberian dilakukan oleh Bupati Bener Meriah Ahmadi kepada Gubernur Aceh Irwandi Yuduf sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan insfrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Aceh TA 2018.

Pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari DOKA.

Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.

Dalam kegiatan ini lembaga antirasuah mengamankan beberapa bukti diantaranya uang sebesar Rp 50 juta, bukti perbankan dan catatan proyek.

Sebagai pihak yang diduga menerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dan sebagai pihak diduga pemberi Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU 32/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.