Kronologi Penangkapan Mahasiswa Indonesia Di Korsel

Mahasiswa Indonesia berinisial MRAP alias MRA alias A telah ditangkap oleh kepolisian Korea Selatan atas dugaan kasus voice phising.


Mahasiswa Indonesia berinisial MRAP alias MRA alias A telah ditangkap oleh kepolisian Korea Selatan atas dugaan kasus voice phising.

Menurut jurubicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, MRAP ditangkap oleh kepolisian Korea Selatan pada 21 Januari lalu di Gwanak-gu, Seoul. Lokasi tersebut diketahui sebagai tempat tinggal MRAP sebagai mahasiswa di Sung Kyung Kwan University.

MRAP ditangkap karena diduga terlibat dalam kejahatan voice phising, di mana ia mengantarkan uang hasil penipuan.

Berdasarkan penuturan dari seorang rekannya, MRAP mendapatkan tawaran pekerjaan paruh waktu oleh seseorang yang belum diidentifikasi lewat Facebook. Sebelumnya, ia memang sedang mencari kerja paruh waktu dan bergabung dalam laman Facebook pencarian kerja paruh waktu.

"Dia baru mulai ikut part time 17 Januari, kerjaannya seperti mengirim uang cash. Emang (dia) lagi butuh uang dan fee-nya lumayan besar juga, (jadi) dia terima," ujar rekannya, Selasa (20/4), seperti dikutip dari Kantor Berita RMOL.

Menurut rekannya, MRAP tidak mengetahui uang yang ia kirim adalah hasil voice phising, alih-alih hanya uang bisnis biasa.

Setelah sekitar dua hingga tiga kali melakukan kerja paruh waktu tersebut, kemudian pada 21 Januari, MRAP ditangkap oleh polisi Korea Selatan.

Lantaran pengiriman uang tersebut dilakukan di Chungcheon, pada 24 Januari otoritas Korea Selatan memutuskan untuk memindahkan MRAP ke Penjara Chungcheon.

Pada 5 April, MRAP menjalani sidang pertama di Pengadilan Chungcheon. Dalam persidangan tersebut, ia diadili bersama satu orang lainnya yang juga terjerat kasus serupa.

Namun orang tersebut diketahui telah membayarkan kerugian dari korban voice phising sehingga telah dibebaskan.

Sementara itu, menurut rekan MRAP, kasus voice phising yang menjeratnya menimbulkan kerugian hingga 36 juta won atau setara dengan Rp 468 juta (Rp 13/won).

Proses hukum yang dihadapi MRAP juga lebih panjang karena terkendala bahasa, di mana dokumen-dokumen yang diperlukan harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Untuk itu, proses persidangan MRAP akan dilanjutkan pada 11 Mei.

Terkendala Informasi

Dalam kasus yang menjerat MRAP, informasi menjadi kendala tersendiri. Lantaran sejak awal MRAP memutuskan untuk menutup kasusnya, maka pihak Kedutaan Besar RI di Seoul tidak mendapatkan informasi dari otoritas Korea Selatan.

KBRI Seoul sendiri baru mendapatkan informasi penangkapan MRAP setelah ada dua rekannya yang melapor pada 25 Januari.

Setelah itu, pihak KBRI langsung melakukan kontak dengan otoritas Korea

Selatan dan berupaya untuk memastikan proses pendampingan dan kekonsuleran.

Tetapi belakangan, MRAP sendiri telah memberikan informasi kepada pengacara yang didapatkannya dari Kehakiman Korea Selatan untuk membuka kasus tersebut.

Tetapi menurut rekan MRAP, baik pihak otoritas Korea Selatan dan KBRI Seoul belum mendapatkan informasi tersebut.